Truk Tambang: Nafas Ekonomi, Batuk-Batuk Warga

 

RASIOO.id – Truk tambang di Parungpanjang–Legok itu ibarat mertua. Mau tidak mau harus diterima, meskipun kadang bikin kepala pening. Bedanya, kalau mertua datang sesekali, truk tambang lewatnya tiap malam, bikin jalan retak dan rumah penuh debu.

Warga sudah lama mengeluh. Anak-anak batuk, dinding rumah retak, kuping berdengung seperti konser heavy metal gratis. Tapi coba tanya sopirnya, jawabannya sederhana: “Saya juga cuma cari makan, Bang.” Nah, di sinilah persoalan kita, antara perut dan paru-paru, antara ekonomi dan kenyamanan.

Pemerintah pun turun tangan, membuat peraturan jam operasional. Ada Perbup di Tangerang, ada Perbup di Bogor. Isinya: truk boleh lewat malam hari sampai pagi. Tapi toh masalah tak selesai. Sebab jalan bukan cuma milik kertas peraturan, tapi juga milik warga yang tiap hari harus melintasinya.

Lalu sopir protes. Mereka merasa jam tayang terlalu sempit. Akhirnya blokade jalan pun jadi tontonan baru. Jalan ditutup, macet mengular, warga tambah pusing.

Jadi apa solusinya? Jalur khusus tambang? Mungkin. Dialog? Harus. Tapi yang paling penting: semua pihak berhenti merasa paling benar. Sopir jangan merasa jalan hanya milik setoran, warga jangan merasa bisa mengusir truk begitu saja, dan pemerintah jangan sekadar main tanda tangan Perbup.

Karena masalah Parungpanjang–Legok ini bukan sekadar truk dan tambang, tapi potret kecil bangsa kita: antara lapar dan lelap, antara mencari nafkah dan mencari nafas.

Baca Juga: Praktisi Hukum Nilai Aturan Jam Tayang Truk Tambang di Parungpanjang Tak Efektif, Usulkan Kuota Harian

 

 

Simak rasioo.id di Google News

Komentar