RASIOO.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang menggelar Rapat Paripurna dengan agenda penyampaian jawaban Wali Kota atas pandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026.
Dalam forum tersebut, satu per satu fraksi menyampaikan sikap politik dan arah pandangan terhadap rancangan APBD yang akan menjadi dasar kebijakan pembangunan Kota Tangerang setahun ke depan.
Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan, Teja Kusuma, menegaskan bahwa APBD bukan sekadar dokumen keuangan tahunan, melainkan alat perjuangan ideologis untuk menyejahterakan rakyat dan memastikan keadilan sosial hadir hingga lapisan terbawah masyarakat.
“Fraksi PDI Perjuangan menyoroti penurunan pendapatan daerah dan mendesak pemerintah kota keluar dari bayang-bayang ketergantungan transfer dari pusat. APBD harus menjadi alat perjuangan, bukan sekadar catatan angka dan laporan keuangan. Ia adalah instrumen kebijakan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat,” ujar Teja saat membacakan pandangan fraksi, Selasa, 21 Oktober 2025.
Baca Juga: Pusat Potong Dana Transfer Rp623 Miliar, Begini Cara Pemkab Bogor Siasati Program APBD 2026
Sekedar diketahui, dalam rancangan APBD 2026, pendapatan daerah Kota Tangerang diproyeksikan sebesar Rp5,06 triliun, menurun dari tahun sebelumnya.
Rinciannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp3,13 triliun, sedangkan pendapatan transfer dari pusat dan provinsi sebesar Rp1,9 triliun.
Fraksi PDI Perjuangan menilai tren penurunan ini perlu menjadi perhatian serius karena berpotensi memengaruhi kualitas belanja publik dan pelayanan dasar masyarakat.
“Penurunan ini harus menjadi perhatian bersama. Efisiensi belanja tidak boleh mengorbankan kualitas pelayanan publik,” tegas Teja.
Kendati total belanja daerah pada RAPBD 2026 mencapai Rp5,46 triliun, angka tersebut menimbulkan defisit sekitar Rp400 miliar yang akan ditutup dengan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa).
Fraksi PDI Perjuangan melihat kondisi ini sebagai momentum untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah dan memperluas sumber pendapatan non-transfer.
“Kita harus memiliki strategi konkret untuk meningkatkan PAD. Data wajib pajak harus tervalidasi dan diselaraskan dengan realisasi lapangan. Jangan sampai potensi pajak dan retribusi hilang hanya karena lemahnya pendataan,” ujar Teja.
Lebih jauh, Fraksi PDI Perjuangan menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada wong cilik dalam setiap tahapan penyusunan hingga pelaksanaan APBD.
Teja menyebut, DPRD memiliki tanggung jawab besar bukan hanya sebagai lembaga pengawas, tetapi juga mitra strategis pemerintah daerah dalam memastikan tata kelola keuangan yang berpihak pada rakyat kecil.
“Fungsi DPRD bukan hanya menyetujui atau mengkritisi, tapi menjadi mitra konstruktif bagi pemerintah daerah untuk memastikan tata kelola keuangan yang baik dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Fraksi PDI Perjuangan mendorong agar arah kebijakan APBD 2026 menitikberatkan pada penguatan ekonomi rakyat, pemerataan pembangunan, serta pemberdayaan sektor informal dan UMKM.
Langkah ini dinilai penting agar APBD benar-benar menjadi APBD berdikari — yang tumbuh dari kekuatan daerah dan kembali pada rakyat.
Dalam penutup pandangannya, Teja Kusuma menegaskan bahwa APBD harus kembali ke hakikatnya: alat politik anggaran untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.
Bagi Fraksi PDI Perjuangan, setiap rupiah dalam APBD harus bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat kecil, mulai dari akses pendidikan, layanan kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi warga.
“APBD bukan sekadar urusan administrasi, tetapi perwujudan keberpihakan. Kami ingin APBD yang berdikari, mandiri secara fiskal, dan berpihak pada wong cilik,” pungkasnya.
Simak rasioo.id di Google News














Komentar