Daftar Tunggu Haji Naik Jadi 26 Tahun, Kabupaten Bogor Alami Pengurangan Kuota

 

RASIOO.id — Kebijakan pemerintah dalam menerapkan asas keadilan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia berdampak cukup besar bagi Kabupaten Bogor. Pasalnya, masa tunggu atau waiting list keberangkatan haji di wilayah ini melonjak dari semula 22 tahun menjadi 26 tahun.

Menurut Dr. Desi Hasbiyah, Dewan Pengawas DPD FK KBIHU Kabupaten Bogor sekaligus akademisi bidang sosial, kebijakan pemerataan ini menyebabkan pengurangan kuota jemaah haji Kabupaten Bogor sekitar 23 persen.

“Dari sebelumnya sekitar 3.400-an jemaah, tahun ini turun menjadi hanya 2.600-an,” ujar Desi.

Baca Juga: Layani Umat dan Ulama, Bupati Bogor Rudy Susmanto Targetkan Pusat Layanan Haji dan Umrah di Pakansari Rampung Tahun 2027

Desi menilai, dampak paling besar bukan hanya pada angka kuota, melainkan juga pada kondisi psikologis calon jemaah haji.

“Banyak yang sudah memprediksi tahun keberangkatannya, tapi harus mundur beberapa tahun lagi. Padahal mereka sudah menunggu belasan tahun sejak pertama kali mendaftar,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Desi menjelaskan bahwa berdasarkan data Kementerian Agama Kabupaten Bogor, dalam beberapa waktu terakhir daftar tunggu haji sebenarnya tidak mengalami lonjakan signifikan.
Kondisi stagnan ini, kata dia, bisa disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, menurunnya jumlah pendaftar haji baru. Kedua, banyak jemaah yang membatalkan porsi hajinya karena berbagai alasan. Ketiga, meningkatnya tren keberangkatan melalui jalur non-kuota seperti furoda atau backpacker yang kini semakin marak. Dan terakhir, adanya pergeseran pola pikir masyarakat yang lebih memilih berumrah dibanding mendaftar haji.

“Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat perlu diperkuat agar jemaah tetap memahami bahwa ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dijaga, dipertahankan, dan diistiqamahkan,” tegasnya.

Desi juga menyayangkan masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah dalam hal pembinaan calon jemaah.

“Kita belum memiliki peraturan, sarana prasarana, dan pendanaan yang memadai untuk kegiatan edukasi dan pembimbingan jemaah haji. Padahal, Kabupaten Bogor termasuk salah satu daerah dengan kuota haji terbesar di Indonesia,” tambahnya.

Meski begitu, sebagai praktisi pembimbing jemaah haji, Desi menekankan pentingnya sikap kooperatif terhadap kebijakan pemerintah.

“Tugas pembimbing adalah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada jemaah binaan. Jika ingin mengusulkan perubahan, idealnya dilakukan melalui forum resmi seperti Rakerda atau Mukerda,” jelasnya.

Ia menutup dengan pesan bagi seluruh pembimbing haji di Kabupaten Bogor:

“Apa pun kebijakan yang berlaku, jemaah tetap jemaah yang harus kita bimbing. Semoga tidak mengurangi rasa tulus dan khidmat kita dalam melayani umat.”

 

 

 

Simak rasioo.id di Google News

Komentar