RASIOO.id – Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Arief Wibowo, mengatakan bahwa menindak lanjuti pandangan Fraksi terkait RAPBD 2026.
DPRD mengundang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang.
“Inti pembahasan anggaran dengan Dinas Kesehatan (Dinkes), RSUD Kota Tangerang, dan RSUD Benda berfokus pada rencana pemangkasan anggaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI),” ujar Arief kepada wartawan usai pertemuan pada Senin, 3 November 2025.
Dikatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengawal bahwa pemangkasan ini jangan sampai kemudian berdampak kepada program dan pelayanan publik yang berdampak langsung kepada masyarakat.
“Anggaran tahun ini 2025 mencapai Rp199,5 miliar. Rencana pemangkasan menjadi Rp184 miliar. Terdapat pemangkasan sekitar Rp15 miliar dibandingkan tahun ini,” katanya.
Menurutnya, alasan pemangkasan ini didasarkan pada dua pertimbangan. Efisiensi anggaran dan evaluasi penyerapan anggaran BPJS PBI tahun ini. Estimasi serapan anggaran UHC (Universal Health Coverage) hingga akhir tahun ini hanya mencapai Rp181 miliar.
Dinkes, lanjut Arief, memandang bahwa dengan serapan sebesar Rp181 miliar, anggaran Rp184 miliar untuk tahun depan masih dianggap cukup.
“Jadi di tahun ini dari September serapannya diestimasikan sampai akhir tahun ini anggaran untuk UHC itu di Rp181 miliar. Maka kemudian Dinkes itu memandang bahwa bisa dilakukan pemangkasan anggaran di tahun depan jadi Rp184 miliar saja. Karena tahun ini estimasinya sampai akhir tahun hanya Rp181 miliar. Artinya dianggap dengan pemangkasan Rp15 miliar dibandingkan anggaran tahun ini masih dipandang cukup,” paparnya.
Kendati demikian, menurutnya, ada kekhawatiran. Ia merasa ada risiko besar di balik pemangkasan tersebut, sehingga mereka belum menyetujui usulan pemangkasan anggaran iuran UHC ini.
Arief menambahkan, masalahnya kepesertaan BPJS tingkatnya sudah sangat tinggi, mencapai 99,9% warga Kota Tangerang terdaftar di BPJS Kesehatan. Yang aktif itu dikisaran 80 sekian persen. Sedangkan, Masih ada sekitar belasan persen warga yang terdaftar tetapi status BPJS-nya tidak aktif.
“Resikonya Jika warga yang tidak aktif ini diaktifkan, dikhawatirkan anggaran yang sudah dipangkas menjadi Rp184 miliar akan tidak mencukupi,” katanya.
Lebih lanjut, dalam menimbang resiko kebijakan dari pusat, adanya risiko warga yang awalnya ditanggung iurannya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinonaktifkan atau dikurangi kepesertaannya oleh Pemerintah Pusat.
“Hal ini terjadi karena sinkronisasi data dengan DTSN (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), di mana konversi data dapat membuat beberapa warga dianggap tidak layak dibantu lagi,” ucapnya.
“Resiko ini jika terjadi penonaktifan massal, Pemerintah Kota harus bersiap mengambil alih dan memastikan anggaran untuk mengaktifkan kembali warga tersebut tersedia,” tambahnya.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dibahas masalah akses layanan Rumah Sakit swasta. “Serapan anggaran yang hanya Rp181 miliar (tidak maksimal) diduga karena sebagian peserta BPJS sulit mengakses layanan BPJS di rumah sakit swasta. Warga yang terdaftar BPJS belum mengaktifkan diri,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Arief menegaskan untuk melakukan tindak lanjut untuk mengatasi kekhawatiran ini, maka diputuskan untuk belum menyetujui pemangkasan anggaran dan mengagendakan pertemuan lanjutan antara Dinkes, BPJS Kesehatan Cabang Tangerang, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Kota Tangerang.
“Tujuannya adalah mencermati secara detail serapan anggaran dan memastikan risiko-risiko tersebut dapat diantisipasi dan dikelola, mengingat ini adalah layanan dasar kesehatan,” tutupnya.
Simak rasioo.id di Google News












Komentar