RASIOO.id– Persidangan kasus dugaan tipu gelap yang menyeret janda tua bernama Maemuna (58) warga Kampung Tugu Wates, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, ke dalam Lapas Paledang terus bergulir di PN Bogor pada Senin 7 November 2022. Sidang yang digelar tepat Pukul 12.17 WIB tersebut, beragendakan mendengar keterangan saksi terdakwa. Dalam sidang itu, saksi bernama Intan mengaku tidak pernah menandatangi kwitansi yang disebut sebagai bukti milik pelapor. Kwitansi yang berjumlah tiga lembar itu dua diantaranya palsu.
“Saya hanya tandatangani satu (Kwitansi,red) itupun tidak ada tulisannya, isi nominal termaksud tanggal,” tegas Intan dalam persidangan pada Senin, (7/11/ 2022).
Menurut Intan, kwitansi yang ditandatangani rencananya memuat nominal Rp 100 juta. Anehnya kwitansi itu bertuliskan Rp 91 juta. Ia bercerita, awal mula menawarkan rumah milik Maimunah pada temannya bernama Nurul yang merupakan istri sah dari Ajun. Setelah itu, Nurul bersama suaminya diajak untuk ke Koprasi Bank melihat bukti surat kepemilikan.
“Setelah cek surat-surat rumah, Nurul berminat dan negosiasi harga. Ibu (Maimunah,red) minta Rp 350 juta saat itu ajun nawar diangka Rp 310 juta,” ungkapnya.
Tak lama kemudian, Ajun memberi uang Rp 5 juta sebagai tanda jadi. Dan kemudian terjadi beberapa kali pembayaran.
“Ketika sudah sampai total uang 110 juta yang diterima ibu, saya berikan copy SHM ke ajun pada tahun 2018. Karena pak ajun meminta sertifikat, saya berikan bukti (SHM,red) dan Ajun kasih lagi uang Rp 45 juta. Kemudian dibawa Bank untuk minta kebijakan. Ternyata uang itu tidak cukup,” tukasnya.
Ia mengaku, kaget usai mengetahui Ajun melaporkan Maimunah ke Polisi atas tuduhan Penipuan dan Penggelapan. Terlebih lagi, saat dikepolisian Ajun terus meminta sertifikat atau uangnya dikembalikan Rp 300 juta
Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum Pelapor, Anggi Triana Ismail dari Kantor Hukum Syakip Afif & Partners mengatakan, kasus yang telah menyeret terdakwa berinisial M ke meja hijau tentunya bukan sebuah proses kosong tanpa makna, seolah-olah M lah yang menjadi korban.
“Kami selaku kuasa hukum korban dari kantor hukum Syakip Afif & Patners sangat menyesalkan kabar tersebut. Karena hanya memuat fakta didalam seputaran persidangan saja, padahal ini kasus telah lama berproses sejak tahun 2017 lamanya,” ucap Anggi.
Untuk itu, sambung Anggi, sangatlah penting bagi setiap penerima kabar untuk bersikap objektif dan bijaksana. Terlebih, setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dengan tidak ada pengecualian.
” Artinya dalam penegakan hukum tidak ada perbedaan dalam segala hal, sepanjang orang tersebut berbuat salah maka jelas hukum harus hadir serta tegas guna menyeimbangkan segala relasi kehidupan dalam bernegara,” tegasnya.
“Segala proses yang telah dilalui oleh Klien kami selaku korban dengan Terdakwa bukanlah hitungan hari melainkan sudah 5 tahun berjalan lamanya. Sebelum kasus ini sampai ke meja persidangan, Klien kami telah berupaya dengan jalur musyawarah dengan jeda waktu yang cukup lama juga,” ungkap Anggi.
Tidak sampai disitu, sambung dia, diawal kliennya tidak langsung melakukan Laporan kepolisian, tetapi berupaya dengan jalur persuasif dengan melayangkan surat undangan musyawarah sebanyak 3 (tiga) kali dalam waktu 1 bulan. Akan tetapi, surat undangan pun tidak direspon oleh terdakwa.
“Pada akhirnya kamipun terpaksa melaporkan terdakwa ke kepolisian sektor Tanah Sareal atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan 372 KUH Pidana dengan ancaman pidana penjara masing-masing Pasal 4 tahun,” tukasnya.
Pihaknya yakin, perbuatan pelaku/terdakwa yang didakwa dugaan pidana penipuan & penggelapan di PN Bogor sebagaimana Pasal 378 & 372 KUHP dengan masing2 pidana penjara 4 tahun.
“Klien kami mengalami kerugian yang sangat besar. Kamipun akan mengajukan gugatan di pengadilan yang sama atas adanya kerugian tersebut,”ucapnya.
Editor: Wibowo