HNSI Kota Cilegon Tolak Rencana Pengembangan Pelabuhan PT KBS

RASIOO.id – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Cilegon secara tegas menolak rencana pengembangan Pelabuhan dan Fasilitas Penunjang Lainnya milik PT Krakatau Bandar Samudera (KBS).

Penolakan ini didasarkan pada tidak dilibatkannya masyarakat nelayan dalam proses pembahasan proyek yang berpotensi berdampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan mereka.

Ketua DPC HNSI Kota Cilegon, Rufaji Zahuri, menyatakan bahwa PT KBS, yang merupakan pelabuhan curah terbesar di Indonesia dan berlokasi di perairan Selat Sunda, berdekatan dengan wilayah operasional nelayan kecil di Kota Cilegon.

Namun, hingga saat ini, nelayan sebagai pihak terdampak tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), masyarakat terdampak wajib diundang dalam proses penyusunan dan sidang dokumen Amdal. Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan,” ujar Rufaji.

Lebih lanjut, ia menyoroti Pasal 26 ayat (3) UU 32/2009 yang memberikan hak kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan atau masukan terhadap rencana kegiatan yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Namun, HNSI Cilegon menilai hak tersebut tidak diberikan dalam rencana pengembangan pelabuhan PT KBS.

“Jika kami sebagai organisasi profesi nelayan tidak diundang dalam proses ini, bagaimana kami dapat memberikan masukan? Padahal, nelayan Cilegon adalah pihak yang paling terdampak oleh kegiatan tersebut di masa mendatang,” tegas Rufaji.

Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah nelayan di Kota Cilegon saat ini mencapai sekitar 1.200 orang, yang terus menghadapi tantangan akibat pesatnya pembangunan dan investasi di wilayah tersebut.

HNSI Cilegon selama ini aktif mengadvokasi kepentingan nelayan yang semakin terpinggirkan akibat berbagai proyek industri.

“Nelayan jangan dipandang sebelah mata. Demi kemajuan bangsa dan daerah, mereka telah berkorban dengan laut yang tercemar dan pangkalan yang tergusur. Namun, hak mereka tetap harus dihormati,” tambahnya.

Rufaji menegaskan bahwa kehadiran masyarakat terdampak dalam sidang Amdal merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang. Jika mereka tidak dilibatkan, maka keputusan izin lingkungan dapat dipermasalahkan secara hukum. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pihak penyelenggara wajib memastikan keterlibatan aktif masyarakat dan memberikan akses informasi yang transparan.

“Atas dasar kekecewaan ini, kami dari DPC HNSI Kota Cilegon dengan tegas menolak rencana pengembangan Pelabuhan dan Fasilitas Penunjang Lainnya milik PT KBS. Kami juga akan menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang tidak melibatkan nelayan dalam proses pengambilan keputusan,” pungkasnya.

 

 

Simak rasioo.id di Google News

Lihat Komentar