“Andai kata dana perang buat diriku, tentu kau mau singgah, bukan cuma tersenyum…”
Begitu kata Bang Iwan Fals dalam lagu “Pesawat Tempur”. Dan benar saja, lirik itu kembali terasa relevan saat kita melihat perang Israel-Iran yang kini bukan lagi sekadar baku hantam ideologi, tapi juga baku hantam isi dompet negara.
RASIOO.id – Konflik dua negara itu, yang sudah berlangsung lebih dari sepekan, bukan cuma bikin panas Timur Tengah, tapi juga bikin panas neraca keuangan. Bagaimana tidak, Israel dikabarkan merogoh kocek ratusan juta dolar setiap hari. Bukan buat subsidi minyak goreng atau bansos, tapi buat ngejar-ngejar rudal.
Menurut laporan The Wall Street Journal yang dikutip Times of India, hanya untuk mencegat rudal Iran saja, Israel harus menggelontorkan US$ 200 juta atau sekitar Rp 3,28 triliun. Sekali lagi: tiga koma dua delapan triliun. Itu belum termasuk biaya operasional harian, uang jajan pilot tempur, atau anggaran buat ngecat ulang pesawat F-35.
Kalau dihitung-hitung, harga satu rudal pencegat dari sistem pertahanan David’s Sling bisa tembus US$ 700 ribu atau Rp 11,48 miliar. Itu satu rudal, lho. Belum kalau yang nembak pake sistem Arrow 3, yang tarifnya kayak harga rumah mewah di Pondok Indah: US$ 4 juta per rudal, atau Rp 65,5 miliar. Kalau itu rudal meleset, bukan cuma pilotnya yang deg-degan—bendahara negara juga bisa mimisan.
Menurut analis militer Yehoshua Kalisky, semua ini bukan cuma urusan strategi militer, tapi juga adu kuat kartu kredit negara. Apalagi dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 400 rudal telah diluncurkan Iran ke arah Israel. Hitung aja, berapa miliar yang ikut melayang bersama suara “duaar!”
Dan belum selesai sampai situ. Operasi udara dengan jet tempur seperti F-35, yang katanya bisa nyelinap ke dapur musuh tanpa ketahuan, ternyata nyelinap juga ke dompet pemerintah. Satu jam terbang = US$ 10.000 alias Rp 164 juta. Itu baru satu jet. Coba kalau lima jet barengan patroli dua jam. Habis sudah, THR pegawai negeri.
Sementara itu, harga bahan bakar, amunisi JDAM, MK84, sampai logistik untuk misi jarak jauh, semua ikut naik kayak harga cabai waktu Lebaran. Menurut Zvi Eckstein dari Aaron Institute for Economic Policy, perang kali ini lebih mahal dibanding konflik Israel-Gaza sebelumnya. Dan ini baru seminggu. Kata mantan Gubernur Bank Sentral Israel, Karnit Flug, kalau sampai sebulan? Ya tinggal jual aset, atau pinjam dulu ke tetangga.
Perang memang selalu mahal. Bukan cuma mahal biaya, tapi juga mahal nyawa, mahal damai. Dan di tengah semua kemewahan harga rudal itu, izinkan kita rakyat jelata berandai-andai: “Andai kata dana perang buat diriku…”
Mungkin cicilan rumah lunas, wifi lancar, dan hidup tak lagi sekadar berharap diskon akhir bulan.
Simak rasioo.id di Google News