RASIOO.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor menegaskan tidak sembarangan dalam menentukan nilai kerugian negara sebesar Rp 36 miliar pada proyek konstruksi gedung A RSUD Parung. Korps Adhyaksa mengklaim nilai kerugian tersebut telah melalui audit khusus dengan melibatkan auditor eksternal.
Hal tersebut disampaikan Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Arif Riyanto sekaligus menjawab pertanyaan Plt Bupati Bogor Iwan Setiawan soal temuan Kejari yang berbeda selisih angka dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat pada kasus dugaan korupsi RSUD Parung.
“Kalau untuk perbedaan persepsi itu wajar, kalau mereka (BPK) kan audit reguler. Sementara kita dalam rangka penyidikan itu audit khusus yang kita lakukan. Jadi walaupun sudah dilakukan audit reguler kan itu sifatnya reguler, silahkan sah-sah saja,” kata Arif kepada Wartawan,beberapa waktu lalu.
Arif menambahkan, pihak Kejari pun tak sembarangan melakukan dan menentukan nilai dugaan korupsi pada Gedung A RSUD Parung itu. Pihaknya menggunakan tenaga ahli indpenden untuk melakukan audit atau pemeriksaan pada proyek tersebut.
“Kita kan ada tim teknis (juga) dari indpenden, dari luar (Kejari), dari Universitas Bengkulu untuk teknis dan tekniknya sendiri kita melakukan audit dari independen tersebut,” katanya.
Selain itu, pihak Kejari pun mengaku terus melakukan koordinasi dengan BPK agar untuk mencocokan angka atau nilai pada dugaan kerugian negara itu.
“Sampai saat ini pun kita tetap berkoordinasi dengan BPK untuk mencocokan, kita koordinasi sampai sekarang untuk melakukan perhitungan terkait temuan itu. Nanti dikolaborasi sama perhitungan auditor (Kejari) dan BPK. Jadi besar kemungkinan itu bisa tetap sama bisa juga menambah nilainya,” kilahnya.
Hasil audit khusus, kata Arif, ada dugaan korupsi sebesar Rp 36 miliar. Dari nilai itu, sebesar Rp 22 miliar karena pengurangan spek bangunan, dan sisanya Rp 14 miliar karena markup harga material. Dengan data tersebut, pada akhir Agustus lalu, Kejari meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Hingga saat ini, sudah ada 15 orang yang dipanggil Kejari dari pihak kontraktor, Pemkab Bogor, hingga dengan sub kontraktor. Bahkan, Pihak Kejari sudah menemukan unsur pidana pada kasus Gedung A RSUD Parung itu.
“Peristiwa pidana kita sudah dapat, cuman maksud saya dua alat bukti yang sah ini siapa sih yang harus bertanggung jawab disini. Itu masih kita matangkan lagi agar jangan sampai salah orang ketika menetapkan tersangka. Peristiwa pidananya sudah dapat, diantaranya markup dan pengurangan spek bangunan,” tutup Arif.
Sebelumnya, Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan mempertanyakan soal temuan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor sebesar Rp36 miliar dari proyek pembangunan Gedung A RSUD Parung.
“Engga ah. Pegangan kami (temuan) BPK. Kalau temuan BPK Rp13 miliar, Kalau kejari belum tau tuh itungannya dari mana. Cuman dari kami, hanya (menyelesaikan temuan) BPK,” singkat Iwan, Sabtu (26/11/2022).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, dari temuan Rp 13,2 miliar itu, sebesar Rp 10 miliar diakibatkan karena denda keterlambatan pihak kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan. Sisanya sebesar Rp 3 miliar karena pengurangan spek.
Iwan memastikan, LHP BPK tersebut sudah ditindaklanjuti, dan temuan sebesar Rp 13,2 miliar sudah dikembalikan ke kas daerah karena memang tidak bisa diserap oleh pihak kontraktor.
Di kesempatan berbeda, Sekertaris Dinas Kesehatan, Agus Fauzi selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek RSUD Parung, juga mengatakan tidak mengetahui adanya temuan kejari yang ramai dibicarakan di media massa.
“Saya ga tau, penyidikan seperti apa.
Saya belum dapat info, mungkin PPK. Kalau masalah itu (temuan Kejari) saya ga paham,” kata Agus Fauzi, Jumat (4/11/2022) lalu.
Seperti diketahui, Pembangunan Gedung A RSUD Parung dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Barat. Proyek senilai Rp 93,4 miliar itu, seharusnya selesai pada akhir Desember 2021. Namun, pihak kontraktor baru menyelesaikan proyek pada Juni 2022.
Reporter: Muhi
Editor: Wibowo