RASIOO.id – Setelah melewati masa pandemi, Pemerintah dihadapakan sejumlah tantangan besar yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial. Krisis pangan untuk sektor pertanian dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri, menjadi dua soal yang harus segera diantisipasi. Jika salah membaca keadaan dan pengambilan kebijakan, dua masalah yang bersentuhan langsung dengan keidupan masyarakat tersebut bisa merembet ke persoalan-persoalan yang lebih besar.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menilai angka krisis pangan cukup mengkhawatirkan. Diperkirakan 179 sampai 181 juta orang di 41 negara akan menghadapi krisis pangan. Namun ada hal yang lebih mengerikan lagi, adanya aspek yang sering luput dari perhatian, yakni krisis pupuk.
“Ini menjadi masukan bagi peserta untuk melihat apa dampak krisis pupuk bagi ketahanan pangan ke depan, di tahun-tahun depan, karena dari data yang kita peroleh, krisis pupuk ini kalau tidak di address, maka tahun depan dampaknya akan dapat memicu krisis beras,” kata Menlu Retno saat menjadi pembicara kunci Seminar Nasional PPRA 64 Lemhannas RI pada medio Oktober lalu.
Berbicara mengenai krisis beras, maka akan terkait dengan dua milyar orang yang sebagian tinggal di Asia. Itu bagian pertama bahwa inilah situasi dunia saat presidensi Indonesia dijalankan.
Sependapat dengan Menlu Retno, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa jumlah orang yang rawan pangan meningkat dua kali lipat hanya dalam 2 tahun. “Efek dari situasi Ukraina dapat mendorong jumlah ini meningkat menjadi 323 juta orang,” kata Menko Airlangga.
Krisis pangan, energi, keuangan dengan cepat menjadi bagian dari realitas dunia dan Rusia serta Ukraina memiliki posisi yang cukup penting dalam rantai pasok pangan dan energi global. Sehingga, lonjakan harga pangan dan energi tidak dapat dihindari akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Indeks harga pangan naik 20,8 persen dari tahun sebelumnya dan sempat mencapai titik tertinggi pada Maret 2022. Harga minyak mentah menembus angka 12USD per barel. Harga energi meningkat 50 persen dibanding tahun lalu. Di Eropa, harga gas bahkan meningkat 10 kali lipat jika dibandingkan tahun 2022. Sementara pupuk dunia meningkat 2 kali lipat dibandingkan rata-rata sepuluh tahun belakangan ini.
Akibat perang Rusia dan Ukraina, proyeksi pertumbuhan global di revisi ke bawah karena inflasi yang tinggi akibat harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter, volatilitas pasar keuangan terutama negara-negara berkembang.
IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,2 persen di tahun 2022 dan 2,9 persen di 2023. Sedangkan kemampuan fiscal space negara berkembang terbatas. Karena situasi ini, maka memicu hutang publik meningkat, setidaknya 60% bagi negara berpendapatan rendah dan banyak negara berkembang yang tidak terlindungi oleh jaminan perlindungan sosial. Sehingga ada gap cukup besar yang harus dikelola oleh negara berkembang.
“Inflasi mencapai 8,7 persen di negara berkembang dan income per kapita, inflasi ini angka rata-ratanya begitu, tetapi Ibu Bapak, di beberapa negara berkembang, angkanya sangat sangat tinggi,” kata Menlu Retno.
Kemudian income per kapita, sekitar 40 persen negara berkembang masih akan berada di bawah pre pandemi pada 2023, yang artinya belum akan kembali di angka pre pandemi pada titik di 2023 nanti.
Langkah Pemerintah Kabupaten Bogor
Pemerintah Kabupaten Bogor merespon berbagai isu yang akn dihadapai setidaknya pada 2023-2024 mendatang. Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berupaya memaksimalkan pengelolaan sektor pertanian dalam menghadapi isu krisis pangan global pada tahun 2023 mendatang.
“Perlu komitmen bersama dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Bogor khususnya,” kata Pelaksana tugas (Plt) Bupati Bogor, Iwan Setiawan di Cibinong, Bogor, Senin.
Ia menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Bogor bahkan mengalokasikan secara khusus dana desa (DD) sebesar 20 persen untuk sektor ketahanan pangan. Sebanyak 20 persen dari dana desa tersebut akan dianggarkan untuk sektor ketahanan pangan seperti pertanian dan peternakan, dengan melalui musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) Desa.
“Intinya alokasi 20 persen ini untuk kelompok tani yang belum pernah menerima bantuan ketahanan pangan,” kata Iwan.
Alokasi khusus untuk sektor ketahanan pangan itu merupakan kebijakan yang telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021 tentang APBN.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto mengingatkan pemerintah Kabupaten Bogor untuk meningkatkan perhatian terhadap keamanan dan ketahanan pangan. Untuk itu, perlu dibangun sinergi dengan akademisi dan para ahli serta praktisi yang bergerak di sektor hulu hingga hilir pangan daerah.
“Masalah keamanan pangan hari ini menjadi salah satu topik bahasan pemimpin dunia yang menghadiri KTT G-20 di Bali. Itu menjadi isyarat bagi kita untuk membangun keamanan dan ketahanan pangan di daerah,” ujar Rudy Susmanto, di sela acara the Atlantic Council Global Food Security Forum, di Bali, Senin (14/11).
Rudy mengatakan, Kabupaten Bogor dengan sumber daya alam yang melimpah menjadi anugerah yang harus disyukuri. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi alam untuk kemaslahatan masyarakat luas. Hanya saja, upaya mengoptimalkan kemanfaatan alam harus dilakukan dengan pengetahuan, keterampilan dan kerja-kerja yang tepat.
“Kita harus melibatkan para ahli, melibatkan praktisi, serta stake holder lainnya karena masalah pangan tidak bisa diselesaikan hanya dengan kerja-kerja politik dan birokrasi,” katanya.
Rudy menambahkan, Kabupaten Bogor juga diuntungkan karena instansi serta lembaga besar yang mengurusi masalah pangan ada di Kabupaten Bogor. Misalnya, Kemenhan, Universitas Pertahanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Institut Pertanian Bogor, dan sejumlah pusat riset penelitian yang fokus mengembangkan pertanian dan peternakan.
Pemerintah Kabupaten Bogor, lanjut Rudy semestinya memanfaatkan SDM di instansi dan lembaga tersebut untuk membangun produksi dan ekosistem pangan yang tepat dan berkelanjutan.
“Kita perlu duduk bersama dan saling memberi manfaat. Dari para ahli kita memerlukan riset dan metode. Kita juga perlu gagasan praktisi untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, baik saat pra maupun pasca produksi,” katanya.
Sinergitas, tegas Rudy, menjadi salah satu langkah untuk mengawali. Dengan keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di sektor pangan, Kabupaten Bogor pasti bisa membangun keamanan dan ketahanan pangan.
“Kita bisa mengatasi masalah produksi, penanganan pasca produksi dengan tetap menjaga lingkungan kita,” tandasnya.
Di kesempatan berbeda, Ahli Pupuk Hayati sekaligus Guru Besar IPB University, Iswandi Anas berharap pemerintah mendorong petani untuk penggunaan pupuk organik. Hal tersebut, untuk bukan hanya untuk biaya produksi di tengah kenaikan dan kelangkaan pupuk kimia tetapi juga untuk mempertahankan daya dukung tanah.
“Jadi pupuk utama itu harusnya organik, bukan NPK. Saya harapkan petani, pejabat mengetahui ini. Sehingga kebijakan yang dilahirkan dapat menyokong agar pupuk organik jadi yang utama. Bukan NPK,” kata Iswandi Anas
Dia menjelaskan, pupuk organik memiliki manfaat lebih banyak dibanding pupuk kimia, karena memiliki 16 unsur hara yang diperlukan tanah dan tanaman. Sementara pupuk anorganik NPK hanya terdiri dari tiga unsur hara, Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K).
“Kita seharusnya menggunakan pupuk organik sebagai yang utama. Bukan pupuk NPK. Karena pupuk organik memiliki 16 unsur hara yang diperlukan tanah dan tanaman,” jelas Iswandi Anas, Rabu (9/11).
Menurutnya, unsur dalam pupuk organik meliputi C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Bo, Mo, Cl, Fe dan Mn, sehingga dianggap mampu memperbaiki sifat tanah, sifat fisik, kimia hingga sifat bilogis. Sementara pupuk kimia hanya memperbaiki ketersediaan N, P dan K.
Pupuk organik juga membawa dampak positif bagi organisme renik yang menunjang kesuburan tanah, seperti cacing, bakteri, maupun jamur yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Sementara pupuk NPK tidak bisa meningkatkan jumlah cacing tanah dan lainnya.
Sementara dari sisi ekonomi, pupuk organik dapat diproduksi sendiri oleh petani, sehingga tidak perlu bergantung pada keberadaan pupuk sintetis dengan harga yang terus melonjak.
Ancaman Gelombang PHK
Selain sektor pangan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) datang dari sektor industri. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, meminta Pemerintah Kabupaten Bogor merespon serius ancaman PHK di daerahnya. Pemkab harus intervensi agar potensi gelombang PHK yang sudah di depan mata itu tidak terjadi.
“Ini memerlukan perhatian serius pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatasinya karena ini kan juga menyangkut tenaga kerja yang harus dilindungi,” kata Ketua Apindo Kabupaten Bogor, Alexander Frans di Cibinong, Bogor, Jumat, (4/11).
Jumlah PHK di Kabupaten Bogor, kata Alex sudah sangat mengkhawatirkan. Selama tahun 2022, Apindo mencatat sektiar 18 ribu pegawai dari 13 perusahaan mengalami PHK baik karena efisiensi ataupun karena perusahaannya bangkrut atau gulung tikar.
Alex menyebutkan, angka tersebut membuat Kabupaten Bogor menempati urutan kedua PHK tertinggi di Jawa Barat. Apindo juga mencatat selama 2022 di Provinsi Jawa Barat terdapat sekitar 62 ribu pegawai dari 109 perusahaan mengalami pengurangan tenaga kerja.
Kemudian sekitar 11 ribu pegawai dari 17 perusahaan kehilangan pekerjaan karena tempat kerjanya tak beroperasi lagi.
“Perlu perhatian Pemerintah untuk mendorong perusahaan dengan berbagai insentif misalnya dan mengurangi birokrasi perijinan dan investasi baru di Jawa Barat,” kata Alex.
Menurutnya, gelombang PHK ini terjadi karena tidak ada aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah yang dapat mengakomodir kesulitan bagi perusahaan padat karya dalam membayar upah pegawai sesuai upah minimum kabupaten (UMK).
“Semakin hari gap (jarak) antara UMK dengan kemampuan perusahaan padat karya untuk membayar upah semakin besar apalagi begitu banyak kepentingan yang berbeda di antara tiga unsur Tripartit di daerah maupun di pusat (pemerintah, serikat pekerja dan perusahaan) terkait pengupahan ini,” paparnya.
Ia mengatakan, Apindo mewakili perusahaan tetap berharap agar semua pihak konsisten dalam menjalankan UUCK tahun 2020 dan PP 36 tahun 2021. Hal itu menurutnya perlu dilakukan untuk menyelamatkan kegiatan usaha perusahaan dan kesinambungan kerja para pekerja.(*)
1 komentar