Golkar Bogor Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

RASIOO.id – Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor, Wawan Hikal Kurdi menegaskan pihaknya menolak wacana pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup.

Menurut politisi yang akrab disapa Wanhay, jika pemilu kembali pada sistem proporsional tertutup akan membuat proses demokratisasi yang saat ini sudah berjalan mengalami kemunduran.

“Kita tidak boleh bergerak mundur ke belakang lagi. Pemilu dengan proporsional terbuka yang saat ini berjalan merupakan pilihan yang paling cocok untuk terus kita sempurnakan,” ujar, Wanhay, Kamis (5/1).

Soal masih terdapat beberapa kelemahan, lanjut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor tersebut, merupakan hal yang biasa. Apalagi, lanjut dia, beberapa hal yang dianggap kelemahan seperti politik berbiaya tinggi, bukan hal yang bersifat prinsipil.

“Semakin matang kita berdemokrasi, hal-hal demikian juga akan tereduksi,” imbuhnya.

Menurut Wanhay, sistem proporsional terbuka justru membuka ruang pada masyarakat pemilih untuk mengenali langsung kandidat yang berkontestasi baik di level nasional maupun di daerah. “dan calon legislatif juga harus turun langsung untuk mengenali persoalan masyarakat yang ada di daerah pemilihannya,” paparnya.

Seperti diketahui, wacana pemilu dengan sistem proporsional tertutup disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umim (KPU) RI. Ketua KPU RI Hasyim As’yari mengatakan, pihaknya telah menyiapkan kajian ihwal pelaksanaan pemilu legislatif sistem proporsional terbuka dan tertutup untuk disampaikan dalam sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat ini, pelaksanaan pemilu dilaksanakan dengan sistem pemilu proporsional terbuka dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, sedang digugat di MK. Perkara ini bernomor 114/PUU-XX/2022.

“Jadi sesungguhnya sudah pernah dijadwalkan sidang, saya lupa tanggalnya, tapi karena para pihak belum siap kemudian ditunda sidangnya. Sudah ada (kajian KPU) dan nanti disampaikan pada saatnya sidang,” kata Hasyim seperti dilansir sejumlah media nasional, Kamis (5/1/2023).

Hasyim menjelaskan, dalam sidang MK kelak, KPU akan dipanggil untuk dimintai keterangan sesuai dengan bidang tugas dan ruang lingkup kinerja sembagai penyelenggara pesta demokrasi. Tidak untuk menyampaikan teori kelebihan maupun kekurangan sistem proporsional terbuka dan tertutup, tapi KPU akan menyampaikan dampak dari sistem ditinjau dari kaca mata penyelenggara pemilu.

“KPU ini kan levelnya pelaksana undang-undang, sehingga kalau KPU nanti memberi keterangan, ya sesuai dengan apa yang dialami dan apa yang menjadi ruang lingkup tugas KPU dalam menyelenggarakan pemilu,” jelas Hasyim.

Di tempat terpisah, Juru bicara MK Fajar Laksono menyampaikan, MK telah menjadwalkan sidang gugatan atas sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia. “Selasa (17/1/2023) pukul 11.00, sidang pleno mendengarkan keterangan DPR, presiden, dan pihak terkait,” ujar Fajar kepada wartawan kemarin.

Sebanyak delapan fraksi di DPR RI menolak usulan Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup. Delapan fraksi itu terdiri dari Fraksi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.

Dalam pernyataan tertulis yang disebarkan ke media Senin (2/1/2023), delapan fraksi di DPR menyatakan, permintaannya agar Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, “dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia”.(*)

 

Reporter : Egi AM

Editor : Saeful Ramadhan

Lihat Komentar