RASIOO.id – Aktivis warga Kota Tangerang, Iqbal Fadillah, mengungkap kabar tak sedap soal tata kelola keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang. Kabar itu, berkaiatan dengan 16 proyekk infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tahun Anggaran 2022.
Iqbal berpendapat bahwa persoalan pembayaran proyek di tahun anggaran sebelumnya adalah hal yang biasa terjadi mengingat kondisi fiskal pemerintah daerah.
Ia mengutip Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 yang mengatur penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) untuk membayar kewajiban kepada pihak lain terkait dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun sebelumnya.
Baca Juga : Jejak Sejarah Jembatan Cisadane Kota Tangerang: Melintasi Arus Waktu dan Sungai
Tetapi menurut Iqbal, pembayaran 16 proyek itu juga mustahil dilakukan di pertengahan tahun anggaran 2023. Sebab, itu menunjukkan bahwa pembayaran dilakukan menggunakan anggaran belanja APBD Murni tahun 2023. Karena menurut Iqbal, APBD Murni tahun 2023 sudah disahkan sebelum tahun 2022 berakhir, sehingga tidak akan mungkin proyek yang gagal dibayar itu dimasukkan dalam APBD Murni tersebut.
“Jadi begini, untuk membayar tagihan proyek yang tidak dapat dibayar tahun 2022 itu, sumber dananya ya Silpa tahun 2023. Untuk mekanisme penganggarannya, ya melalui APBD Perubahan tahun anggaran 2023, dengan memasukkan nomenklatur kegiatan pembayaran utang proyek,” kata Iqbal pada Senin, 25 Maret 2024.
Iqbal mengaku mendengar kabar bahwa mekanisme pembayaran 16 proyek itu dilakukan menggunakan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD. Namun menurutnya, hal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan karena Perkada hanya dapat melakukan pergeseran anggaran. Bukan penganggaran ulang untuk proyek yang sudah dianggarkan sebelumnya.
“Tidak dapat dibenarkan pembayaran utang kepada pihak ketiga di tahun 2022 itu dibayar menggunakan APBD Murni 2023 dengan mekanisme Perkada. Itu merupakan pelanggaran berat. Itu namanya mengubah APBD tanpa persetujuan DPRD. Itu pelanggaran serius,” ujarnya.
Lebih lanjut, Iqbal juga menyoroti kemungkinan penggunaan status darurat sebagai alasan untuk pembayaran melalui APBD Murni 2023. Ia menekankan bahwa status darurat harus ditetapkan oleh kepala daerah dan berkaitan dengan bencana, bukan kelalaian administratif seperti kasus tagihan proyek yang gagal terbayarkan ini.
Simak rasioo.id di Google News