RASIOO.id – Seorang santri senior di Pondok Pesantren Markaz Syariah Bogor, yang berafiliasi dengan Rizieq Shihab, diduga melakukan penganiayaan brutal terhadap juniornya hanya karena tuduhan sepele terkait merek celana dalam yang sama. Insiden ini terjadi pada Minggu, 8 September 2024, di mana pelaku bernama Numair (17) menyerang korban, santri junior berinisial MAF (16).
Menurut laporan yang disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Bela Rakyat Kecil (Gebrak), Numair memukul dan bahkan menyiram air panas ke tubuh MAF setelah menuduhnya mencuri celana dalam miliknya, yang ternyata memiliki merek yang sama dengan milik korban.
Kasus kekerasan ini mencuat setelah ibu korban, Darul Hayati, melaporkannya ke Mapolres Bogor pada Selasa, 10 September 2024. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/1670/IX/2024/SPKT/POLRES BOGOR/POLDA JAWA BARAT.
Ketua LBH Gebrak, Sandi Adam, menjelaskan bahwa kekerasan bermula dari tuduhan tanpa dasar terhadap korban.
“Padahal, celana dalam mereka sama merknya,” ungkap Sandi pada Rabu, 18 September 2024.
Menurut Sandi, penganiayaan itu dimulai dengan pemukulan keras di bagian pelipis korban, yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan kejam lainnya.
“Pelaku memukul korban hingga tersungkur, lalu membenturkan kepalanya ke tembok, bahkan menggetok kepala korban dengan ikat pinggang berkepala besi, yang mengakibatkan kepala korban bocor,” tambahnya.
Tak hanya itu, pelaku kemudian menyiramkan air panas ke punggung korban yang menyebabkan luka bakar serius, dengan kulit melepuh dari pundak hingga punggung. Pelaku juga tak segan-segan menendang alat vital korban, yang menyebabkan pembengkakan.
Setelah mengalami kekerasan fisik yang parah, korban menjalani autopsi di RSUD Cibinong pada malam hari setelah melaporkan kasus tersebut ke polisi. Hingga kini, korban masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit di Jakarta.
Sandi juga menyampaikan kekecewaannya terhadap lambatnya penanganan dari pihak pondok pesantren. Menurutnya, seharusnya korban segera mendapatkan perawatan medis.
“Pihak ponpes tidak langsung membawa korban ke rumah sakit atau klinik terdekat. Mereka baru menghubungi keluarga korban setelah keluarga melapor ke polisi,” jelas Sandi.
Saat ini, korban yang merupakan anak yatim dan baru dua tahun mondok di Ponpes Markaz Syariah, Megamendung, mengalami trauma berat. “Korban masih mengalami depresi, dan hingga saat ini belum ada itikad baik dari pihak pelaku,” lanjutnya.
Pengurus ponpes akhirnya memutuskan untuk memberhentikan pelaku dari pesantren, namun tindakan ini dianggap terlambat oleh pihak korban.
Simak rasioo.id di Google News