Aku yang cuma numpang lewat, bersyukur dalam hati. “Alhamdulillah, negeriku sudah merdeka!”
Oleh: Saeful Ramadhan
Gak ikut Apel Pagi
RASIOO.id – Sirine di kantor pemerintahan teriak-teriak tepat pukul setengah delapan, cemprengnya masuk ke telinga. Kebetulan, aku sedang numpang kakus di samping gedung itu.
Sambil menekan tombol flush, ingatanku tenggelam ke masa lampau, masa ketika Indonesia masih ‘disusun’ oleh panitia, zaman Jepang ketika orang-orang dipaksa kerja romusa.
Aku membayangkan bagaimana para romusa merespons bunyi sirine seperti ini dulu. Mungkin mereka berhamburan, acak-acakan, yang baru bangun belum sempat cuci muka langsung lari. Yang baru selesai mandi pun, dengan handuk masih menempel, tak kalah kalang kabutan.
Mereka pasti buru-buru ke lapangan buat ritual pagi, berbaris rapi, memberi hormat pada matahari sambil bawa cangkul dan godam, untuk siap-siap mendengar omelan pimpinan. Supaya hari itu lebih semangat!
Yang tinggal di barak tentara Pembela Tanah Air alias PETA, mungkin lebih kagetan lagi. Sirine di pagi hari itu bak suara sangkakala yang ditiup Malaikat Israfil sebagai penanda episode dunia akan berakhir. Degup jantung mereka pasti berdetak kencang gak karuan.
Aku membayangkan murid komandan Jepang tersebut beringsut dari kasur, lari melompat bagaikan kijang dikejar macan, sambil menaikkan ritsleting dan mengencangkan ikat pinggang. Mereka langsung berbaris rapih.
“Pasukan Siaaaaap!”, begitu aba-aba yang pasti tak akan diulang lebih dari satu.
Di barisan itu sama sekali diharamkan gerakan tambahan. Jangankan menggaruk pantat, lalat yang menempel di bibir pun gak bakal digubris. Diam adalah harga mati, siapa yang bergerak kena ujung rotan.
Lima menit kemudian, perutku mulai lega setelah urusan di toilet selesai. Ingatanku juga sudah kembali ke masa kini, masa pegawai Indonesia merdeka. Aku menekan tombol flush sekali lagi, dan kali ini yang tenggelam bukan lagi ingatanku, tapi benda yang lain yang baru saja keluar.
Aku buka pintu, dan lapangan yang tadi bunyi sirine terlihat masih kosong. Hanya ada satu dua orang pegawai yang datang dengan langkah malas-malasan. Ada juga yang menjembreng jari jemari di atas jidat. Bukan karena sedang memberi hormat, tapi nampakny, dia kurang tidur tadi malam gegara penasaran dengan ending drama korea yang episodenya sudah ratusan.
Lambat laun, barisan mulai terisi. Beda banget dengan romusa atau PETA, pegawai negeri zaman merdeka ini tampil necis. Yang perempuan sudah rapi dengan makeup dan parfum, yang laki-laki juga kelihatan klimis, kecuali mereka yang tugasnya ngepel lantai dan bersih-bersih. Meski sedikit kumal, masih lebih keren daripada romusa dulu.
Barisan pegawai negeri ini juga unik, banyak gerakan tambahan. Ada yang garuk-garuk pantat, bisik-bisik soal parfum, bahkan ada yang buka hape buat cek belanjaan di marketplace. Beberapa tampak gelisah karena paket yang mereka pesan belum sampai juga.
Sementara itu, atasannya yang memimpin apel tampil dengan jas mentereng, tapi bicaranya singkat. Kelihatan buru-buru karena ada kunjungan kerja ke daerah tetangga. “Jam sembilan harus sudah jalan,” katanya sambil melirik jam tangan.
Aku yang cuma numpang lewat, bersyukur dalam hati. “Alhamdulillah, negeriku sudah merdeka!”
Senyum kecil mengembang di bibir. Aku bersyukur karena di balik formalitas apel, pegawai negeri kita kini sudah jauh lebih santai.
Baca Juga: Kata Temanku, Gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Lebih Cocok untuk Perokok
Simak rasioo.id di Google News