RASIOO.id – Pembangunan Hotel Sayaga di Jalan Tegar Beriman nampaknya masih bikin pusing Pemerintah Kabupaten Bogor. Jangankan berharap mendapat pembagian keuntungan dari unit bisnis Perumda PT Sayaga Wisata tersebut, untuk menyelesaikan bangunan sampai beroperasinya hotel nampaknya masih butuh waktu yang lama dan biaya besar, belum lagi sisa-sisa persoalan dari pengerjaan proyek sebelumnya.
Perkembangan terakhir, Perumda PT Sayaga Wisata membatalkan pemutusan kontrak dengan PT Mirtada Sejahtera yang mereka keluarkan Juli tahun lalu. Alasannya sangat sepele, PT Sayaga tidak mau berurusan hukum dengan PT Mirtada Sejahtera yang mengajukan gugatan ke Pengadilan karena tidak terima di putus kontrak.
Direktur Utama PT Sayaga Wisata, Supriadi Jufri tidak menampik bahwa pemutusan kontrak dengan kontraktor itu sempat terjadi. Namun, PT Sayaga Wisata tidak kuat menahan keinginan kontraktor untuk meneruskan proyek yang tak kunjung beres itu.
” Kita (sudah) putus kontrak, kemarin lelang ulang untuk sisa pekerjaan. Tapi kontraktor kan ga mau diputus, jadi ada perselisihan kemudian masuk gugatan di pengadilan,” ungkap Supriadi, Sabtu 17 Februari 2023.
Karena gugatan itu, akhirnya proyek Hotel Sayaga belum bisa dilanjutkan hingga permasalahan antara PT Sayaga Wisata dan pihak ketiga itu selesai.
Namun, PT Sayaga Wisata takut gugatan tersebut malah membuat pengerjaan infrastruktur andalan penghasil deviden Sayaga Wisata itu tidak kunjung menemukan titik terang. Akhirnya, pihak direksi Sayaga Wisata memutuskan untuk berdamai dengan kontraktor yang enggan diputus kontrak itu.
“Ada proses mediasi dulu, damai. Kita hitung-hitung. Kalau sampai katakanlah kita menang tingkat pertama (kemudian) mereka banding, banding mereka kasasi, ini kan kita juga menghitung beberapa alternatif, sudah dirapatkan direksi,” ungkap dia.
“Mereka kan cuman minta dikasih kesempatan untuk meneruskan, yang penting buat kami tidak keberatan karena pada prinsipnya kalau ribut juga kan mau sampai kapan,” lanjut Supriadi.
Bahkan, baru tahap mediasi, PT Sayaga Wisata memilih untuk damai dengan kontraktor tersebut.
“Baru tahap mediasi, saya kira, kita melihat dan memperhitungkan pendapat penasehat hukum, pendapatan yang lain, memang yang paling baik, berdamai,” tutup dia.
Pada kesempatan berbeda, Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan meminta Hotel Sayaga untuk dilelangkan kembali dengan kontraktor yang belum memiliki jejak kegagalan.
“Ga mungkin (launcing) karena ada wanprestasi, disetop. Karena waktu yang diberikan lewat. Kalau disetop, kami akan lelang kembali, kan masih ada uangnya, kami tidak mau berlarut-larut,” kata Iwan 24 November 2022 lalu.
Bahkan, kata Iwan, jika PT Sayaga Wisata tidak mampu menyelesaikan permasalahan itu, Iwan akan menyerahkan pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga.
“Kalau tidak bisa juga, nanti akan pindah ke pihak ke tiga. Kita cari investor, selesaikan sampai selesai. kita tidak mau investasi lagi. Yaudah ke pihak ketiga aja,” tukas Iwan.
Alasan Putus Kontrak
Kerjasama PT Sayaga Wisata dengan PT Mirtada Sejahtera dimulai pada 8 Juli 2021 setelah dilakukan proses tender oleh Pokja Bagian Tender pengadaan barang dan jasa Kabupaten Bogor.
Perusahaan tersebut memiliki waktu 210 hari kalender untuk menyelesaikan pekerjaan, kurang lebih paling lambat 3 Februari 2022.
Tapi target pekerjaan meleset. Kemudian kontraktor diberikan waktu tambahan (suplemen) hingga empat kali lipat.
Adendum pertama, tidak mengubah waktu pengerjaan dan nilai pesanan, melainkan volume. Itu hanya menambah dan mengurangi. Dalam adendum kedua, terjadi bencana banjir yang seharusnya selesai pada 3 Februari 2022, perpanjangan 50 hari kerja atau hingga 24 Maret 2022.
Waktu tambahan terpakai. Pada tanggal yang ditetapkan pekerjaan ternyata juga belum selesai dengan alasan banyak kendala teknis di lapangan. Kemudian untuk ketiga kalinya pihak kontraktor diberi suplemen tambahan dan penambahan anggaran dari Rp39 miliar menjadi Rp 40,5 miliar.
Timbulnya, biaya tambahan karena ada penambahan kontraktor dan tidak adanya spesifikasi konstruksi. Selain itu, dalam addendum ketiga ini, terdapat Masa Kesempatan (PMK) selama 90 hari dan denda sebesar 1 per seribu kali jumlah proyek, atau sekitar Rp40 juta per hari, sesuai acuan dari peraturan yang berlaku dan peraturan perundang-undangan. persetujuan kedua belah pihak. Tak hanya itu, kontraktor juga mendapat tambahan waktu 10 hari kerja karena ada diskon di libur lebaran.
Kesempatan itu diberikan dengan segala pertimbangan. Salah satunya, karena progres pekerjaan di bulan Maret sudah 87 persen. Artinya sisa 13. Suplemen waktu diberikan lagi selama 90 hari kerja hingga tanggal 22 Juni atau 2 Juli harus siap. Namun pengerjaannya hanya bertambah 4 persen, menjadi 91 persen.
Pihak Sayaga Wisata lalu meminya meminta kontraktor untuk melakukan rawat inap, dengan hasil pekerjaannya mencapai 91 persen per 11 Juli, menurut Manajemen Konstruksi (MK). Hasil rawat inap MK juga menimpa kontraktor dan PT Sayaga Wisata.
Pada saat yang sama, PT Sayaga Wisata menetapkan tenggat waktu untuk menginformasikan pihak asuransi bahwa ada jaminan kinerja dan uang muka yang diminta untuk jangka waktu terbatas. Kalau tidak selesai, harus diklaim.
Kemudian, akhir 11 Juli hingga 20 Juli, PT Sayaga Wisata dan PT Mirtada Sejahtera dengan perusahaan asuransi untuk menengahi masalah tersebut. Dan pada tanggal 20 Juli dengan segala macam pertimbangan, PT Sayaga Wisata mengumumkan pemutusan kontrak dengan progres 91 persen.
Dengan kondisi tersebut, PT Sayaga Wisata berpendapat perlu juga pendapat lain untuk menelaah kewajiban para pihak.
PT Sayaga Wisata meminta perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat meninjau dan mengaudit pekerjaan, termasuk hak dan kewajiban PT Sayaga Wisata dan PT Mirtada Sejahtera karena adanya pemutusan kontrak. Juga progres pekerjaan yang diklaim sudah 91 persen apakah sudah sesuai dengan kondisi di lapangan.
Kemudian BPKP (Otoritas Pengatur Keuangan dan Pembangunan) dengan dukungan tim ahli turun ke lapangan untuk memverifikasi hasil pekerjaannya dan akhirnya mendapatkan progres akhir versi BPKP yang juga mengundang PT Mirtada Sejahtera dan MK untuk memverifikasi hasil 88,767 persen, berbeda dengan penilaian yang dilakukan MK sebelumnya sebesar 91 persen.
PT Sayaga kemudian menjadikan LHP BPKP dengan penillaian progres 88,767 pesen sebagai acuan. PT Sayaga lalu
berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengenai sisa pekerjaan 11 persen apakah dengan HPS lama atau baru. Kemudian apakah dilanjutkan melalui proses lelang atau bisa penunjukan langsung dan yang terakhir soal blacklist rekanan sebelumnya.
Dalam kondisi tersebut, berdasarkan instruksi LKPP, PT Sayaga Wisata berwenang untuk memilih pemenang pengganti atau meminta bantuan kelompok kerja untuk menunjuk perusahaan yang dianggap mampu.
PT Sayaga Wisata berencana kami memiliih Pengadaan Langsung dengan nilai proyek sekitar Rp 5 milia untuk melanjutkan bangunan gedung. Selebihnya pekerjaan instalasi mekanikal elektrikal. (*)
Reporter : Egi AM
Editor : Saeful Ramadhan
2 komentar