RASIOO.id – Pemerintah bersama DPR RI menetapkan biaya perjalanan ibadah haji tahun2023. Tahun ini jemaah yang akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci harus membayar Rp49,81 juta, atau naik 24,81 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun lalu, biaya perjalan haji sebesar Rp39,88 juta.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR sekaligus Ketua Panja BPIH Marwan Dasopang mengatakan, dengan kesepakatan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun ini, biaya perjalanan haji ditanggung dua pihak. Pertama, calon jemaah haji menanggung biaya penyelenggaraan haji sekitar 55,3 persen dari total Bipih 2023 sebesar Rp90,05 juta, atau setara dengan Rp49,81 juta.
Kedua, komponen biaya 44,7 persen atau setara dengan Rp40,23 juta akan ditalangi oleh subsidi yang berasal dari nilai manfaat dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Panja Komisi VII DPR tentang Bipih tahun 1444 H/2023 M dan Panja Pemerintah RI menyepakati besaran rata-rata Bipih 2023 per jemaah untuk jemaah haji reguler sebesar Rp90.050.637,26,” ujar Marwan, seperti dilansir laman Indonesia.go.id.
Baca Juga : Gelar Silaturahmi Akbar, 3421 Jamaah Haji Kabupaten Bogor Siap Diberangkatkan Tahun ini
Apa saja komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023 sebesar Rp90,05 juta itu? Pertama ada biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp32,74 juta, lalu biaya hidup Rp3,03 juta, dan paket layanan Masyair sebesar Rp14,03 juta.
Berkaitan dengan itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menyampaikan, rerata biaya sebesar Rp90,05 juta didapat setelah mengombinasikan dengan harga terbaru maupun layanan Masyair untuk tahun ini. Ada sejumlah pertimbangan dan yang menjadi sorotan dalam diskusi untuk menentukan angka terbaru dari Bipih 2023, salah satunya adalah masalah konsumsi.
Diketahui, sebelumnya jemaah haji Indonesia mendapatkan konsumsi sebanyak 40 kali di Makkah dan 18 kali di Madinah. Dengan berbagai pertimbangan, Kemenag memutuskan untuk menambah jatah konsumsi menjadi 4 kali untuk 2 hari jelang Armuzna, sehingga jika ditotal konsumsi yang didapatkan adalah sebanyak 44 kali di Makkah.
Sebelum mencapai kesepakatan di angka Rp49,81 juta, Kemenag mengusulkan Bipih 1444 H/2023 M sebesar Rp69.19 juta per jemaah. Alasan yang dikemukakan pemerintah itu merujuk pada perubahan komposisi biaya yang akan dibebankan jemaah haji dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi) dana haji.
Khusus soal pengelolaan dana haji, Dirjen Hilman mengemukakan, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta.
Sementara itu, Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen dan Bipih 87 persen.
Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), dan 49 persen (2018 dan 2019).
Penggunaan skema nilai manfaat 2019 sudah tidak tepat lagi untuk operasional haji 2022. Penyebabnya, Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022. Di sisi lain, jemaah sudah melakukan pelunasan bagi yang mendapatkan jadwal berangkat pada tahun itu.
“Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” jelas Dirjen Hilman.
Jika komposisi Bipih dan nilai manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiayaan haji jangka panjang. “Jika komposisi Bipih (41 persen) dan nilai manfaat (59 persen), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal, jemaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat,” ujarnya. (*)
Editor: Ramadhan