“Hasto, korupsi, dan ujian keadilan:
integritas dimulai dari tindakan kita.”Bung Eko Supriatno
RASIOO.id – Francis Fukuyama menekankan bahwa korupsi adalah isu utama abad ke-21, menggantikan perjuangan ideologi besar yang sebelumnya mendominasi politik global. Di Indonesia, korupsi lebih dari sekadar masalah moral; ia adalah masalah struktural yang meresap dalam setiap lapisan politik. Kasus Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan, adalah contoh nyata bagaimana kekuasaan publik disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK terkait dugaan suap kepada Wahyu Setiawan, mantan anggota KPU, berkaitan dengan upaya meloloskan Harun Masiku ke kursi DPR melalui praktik politik uang. Kasus ini bukan sekadar transaksi individu, tetapi mencerminkan fenomena lebih besar: penyalahgunaan jabatan publik demi keuntungan politik sesaat. Ini bukan kejadian terisolasi, tetapi bagian dari masalah sistemik yang telah lama ada dalam politik Indonesia.
Bagi penulis, langkah KPK ini tidak mengejutkan. Penetapan Hasto sebagai tersangka hanya puncak dari gunung es yang lebih besar. Korupsi di Indonesia terus meluas, dari satu kasus ke kasus lainnya, dan menciptakan siklus yang merugikan masyarakat. Setiap kali pejabat publik terjerat korupsi, kepercayaan terhadap negara dan demokrasi semakin tergerus. Ini bukan hanya soal individu, tetapi soal sistem yang membiarkan penyalahgunaan kekuasaan berlangsung tanpa ada perubahan signifikan.
Korupsi mengancam integritas sistem politik dan mencemari demokrasi itu sendiri. Dalam sistem demokrasi, jabatan publik seharusnya digunakan untuk melayani rakyat, bukan untuk kepentingan golongan tertentu. Namun kenyataannya, praktik politik uang, manipulasi jabatan, dan suap dalam pemilihan umum terus terjadi. Penetapan Hasto sebagai tersangka penting, namun yang lebih penting adalah reformasi sistem politik yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan ini.
Penyelesaian jangka panjang tidak hanya terletak pada penegakan hukum terhadap individu yang terlibat korupsi, tetapi pada perubahan sistemik yang memungkinkan praktik-praktik ini terjadi. Fukuyama menyebutkan bahwa negara harus mampu membangun institusi yang kuat dan bebas korupsi. Institusi yang bersih adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menciptakan pemerintahan yang transparan serta akuntabel.
Masyarakat harus memahami bahwa perbaikan politik Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan hukuman terhadap individu. Perubahan pola pikir dan sistem yang mendukung praktik korupsi harus dilakukan.
Politik seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan pada golongan tertentu yang memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi. Kita sebagai masyarakat harus berperan aktif mendorong perubahan agar demokrasi Indonesia dapat menjadi kenyataan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dugaan Politisasi
Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap yang melibatkan mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan, memicu spekulasi tentang adanya politisasi dalam penegakan hukum.
Beberapa pihak menilai langkah ini sebagai bagian dari target hukum terhadap petinggi partai yang berada di luar koalisi pemerintah. Kasus ini mengarah pada pertanyaan penting: apakah penegakan hukum ini murni untuk keadilan, ataukah ada agenda politik yang mendasarinya?
Kasus ini bermula ketika PDIP menggugat Mahkamah Agung terkait Pasal 54 Peraturan KPU. Meskipun sebagian gugatan diterima, KPU tetap menunjuk Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas, bukan Harun Masiku yang berada di posisi kelima. Ketegangan memuncak ketika terungkap dugaan bahwa Saeful Bahri, staf Hasto, menjadi penghubung dalam upaya melobi KPU, baik melalui jalur formal maupun informal, dengan menyertakan uang sebagai pelicin.
Di tengah kasus ini, Harun Masiku yang seharusnya memperoleh kursi DPR, masih buron. Nama Harun terus dikaitkan dengan pelarian yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk rumor yang menyebutkan bahwa ia melarikan diri melalui kompleks PTIK. Fakta bahwa Harun belum ditemukan mempertegas tantangan besar dalam mengungkap kasus ini, dan memunculkan pertanyaan mengenai serius tidaknya penegakan hukum yang berlangsung.
Kasus ini menjadi ujian bagi KPK untuk membuktikan bahwa hukum di Indonesia benar-benar berlaku tanpa pandang bulu. Jika penanganan kasus ini tampak bias atau tidak transparan, kepercayaan publik terhadap lembaga hukum akan semakin tergerus. Bagi rakyat, kasus ini mencerminkan bahwa politik sering kali bertentangan dengan nilai integritas. Namun, masih ada harapan bahwa penegakan hukum akan berjalan adil, tanpa intervensi politik, dan bahwa keadilan akan mengalahkan kepentingan pribadi atau kelompok.
Bagi masyarakat, kasus ini bukan hanya soal pejabat yang terjerat korupsi, tetapi juga ujian terhadap komitmen Indonesia dalam menegakkan hukum yang adil.
Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa negara mampu melawan praktik politik yang mengutamakan kepentingan pribadi demi mewujudkan keadilan bagi semua.
Tantangan Penegakan Hukum
Korupsi di Indonesia tetap menjadi masalah besar, sebagian besar disebabkan oleh lemahnya reformasi sistem dan kurangnya integritas penegak hukum.
Upaya pemberantasan sering terhambat oleh regulasi yang melemahkan lembaga antikorupsi, seperti revisi UU KPK dan hak angket DPR yang mengurangi independensi KPK. Selain itu, ketidakserasian antara penegak hukum, media, dan organisasi antikorupsi semakin memperburuk situasi.
Penegakan hukum di Indonesia sering kali terjebak dalam intervensi politik. Keterkaitan antara pelaku korupsi dan kekuasaan menjadi penghalang utama bagi keadilan. Data Transparency International menunjukkan bahwa kepolisian, yang seharusnya menjadi garda terdepan, justru masuk dalam daftar lembaga terkorup.
Sebagai negara hukum, Indonesia seharusnya menjunjung tiga prinsip utama: supremasi hukum, persamaan di depan hukum, dan proses hukum yang adil. Namun dalam praktiknya, banyak yang jauh dari ideal. Ketidakadilan dalam penegakan hukum adalah luka bagi rakyat. Hukum tidak boleh dipengaruhi kebencian pribadi atau digunakan sebagai alat balas dendam. Begitu pula, hukum tidak boleh disalahgunakan untuk melindungi yang bersalah hanya karena kedekatannya dengan kekuasaan.
Hukum harus dijaga sebagai garis lurus yang tak boleh ditekuk oleh tekanan atau emosi. Prinsip impersonalitas adalah kunci untuk menjaga legitimasi penegakan hukum. Setiap tindakan hukum harus berdasarkan bukti yang sah, bukan asumsi atau rekayasa. Proses hukum yang transparan adalah syarat agar hukum benar-benar bisa dipercaya oleh masyarakat.
Dalam dinamika politik saat ini, proses hukum yang menargetkan tokoh politik sering kali dicurigai sebagai bagian dari permainan kekuasaan. Namun, jika penegakan hukum dilakukan dengan jujur dan objektif, tanpa pandang bulu, keraguan itu bisa disingkirkan dengan transparansi dan keadilan.
Masyarakat memiliki peran penting dalam mendesak penegakan hukum yang adil. Dukungan terhadap proses hukum yang bersih dan berintegritas adalah modal sosial yang tak ternilai. Hukum bukan milik elite, tetapi milik seluruh rakyat. Ketika hukum ditegakkan dengan adil, ia menjadi benteng perlindungan bagi yang lemah dan peringatan bagi yang mencoba menyimpang.
Penulis yakin bahwa keadilan adalah hak semua orang, tanpa terkecuali. Hukum yang adil adalah fondasi kehidupan bermartabat yang harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Mari kita dorong hukum untuk berdiri tegak demi keadilan yang sejati, yang tidak hanya terlihat, tetapi juga dirasakan oleh semua.
Pencegahan korupsi harus dimulai sejak dini melalui pendidikan. Penanaman nilai integritas di keluarga dan sekolah membentuk generasi yang lebih tangguh menghadapi godaan korupsi. Kurikulum antikorupsi dan pendidikan karakter adalah langkah konkret untuk memutus siklus penyalahgunaan kekuasaan.
Kasus Hasto Kristiyanto adalah ujian bagi KPK dan kesempatan untuk membuktikan bahwa hukum berlaku sama bagi semua. Jika penegakan hukum berhasil, ini bisa memulihkan kepercayaan publik. Namun jika gagal, pemberantasan korupsi akan tetap menjadi jargon kosong, sementara rakyat terus menjadi korban praktik korupsi yang merusak negeri ini.
Memerangi Korupsi
Kasus Hasto Kristiyanto menyoroti tantangan besar dalam penegakan hukum di Indonesia, di tengah meluasnya praktik korupsi. Untuk memberantas korupsi, kita membutuhkan lebih dari sekadar pengungkapan kasus. Penegakan hukum harus disertai dengan reformasi sistemik, termasuk penguatan lembaga hukum, transparansi dalam proses hukum, dan pengawasan ketat terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Penyelesaian masalah korupsi memerlukan pembangunan sistem yang bebas dari korupsi, dengan lembaga-lembaga yang independen dan berintegritas.
Pembaruan dalam sistem pemilihan umum dan pencegahan melalui pendidikan adalah langkah penting yang harus segera dilakukan.
Masyarakat juga harus berperan aktif mendukung pemberantasan korupsi. Kesadaran publik terhadap pentingnya sistem yang bersih akan memperkuat tekanan terhadap penegak hukum untuk bertindak adil dan tanpa intervensi politik. Penegakan hukum yang transparan dan objektif akan membangun kembali kepercayaan publik terhadap demokrasi dan sistem hukum.
Melawan korupsi adalah perjuangan bersama yang membutuhkan komitmen dari seluruh elemen bangsa. Dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat menuju pemerintahan yang lebih bersih, transparan, dan adil.
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO
Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathlaul Anwar Banten.
Simak rasioo.id di Google News