Siapa di Balik Jaswita, hingga Berani “Tantang” Gubernur Jabar?

 

RASIOO.id – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat, PT Jaswita Lestari Jaya kian menarik perhatian lantaran berani “menantang” Gubernur nya sendiri soal wisata Hibisc Fantasy yang baru kemarin dibongkar oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor sampai terheran-heran atas perilaku PT Jaswita yang “seenaknya” mengutak-atik aturan yang ada soal pendirian destinasi wisata di tanah PTPN VIII.

Polemik PT Jaswita itu dimulai saat PTPN VIII atau salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan luasan lahan sekitar 15.000 meter untuk dilakukan kegiatan kerjasama usaha (KSU).

“Nah karena mungkin bisa di KSU kan begini, ini kan bisnis yang muncul kan, kemudian bisnis apa yang sangat menarik di situ, mungkin bisnis wisata atau agrowisata,” kata Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Teuku Mulya, Jumat 7 Maret 2025.

“Nah peluang ini kemudian coba lihat dan mereka mengajukan izin nya ke kita (pemkab bogor.red),” lanjut dia.

Kemudian, pemerintah Kabupaten Bogor melakukan kajian mendalam soal izin yang masuk dari BUMD Provinsi Jawa Barat tersebut, terutama mengkaji pada aspek lingkungan karena rencana pembangunan itu dilakukan di atas tanah perkebunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki Pemkab Bogor.

“Hasil dari kajiannya, dimungkinkan (dibangun) namun dengan ketentuan-ketentuan, misalnya dibolehkan, tapi kawasan terbangun itu harus sekian, terus bangunanya harus green house, artinya air yang mengalir di atas bangunan itu harus ditampung dan diresap oleh alam. Kemudian harus ada juga tutupan-tutupan yang memiliki resapan, jadi ga boleh pakai aspal atau tutupan yang membuat tanah tidak mampu meresep air,” kata dia.

Baca Juga: Rudy Susmanto Bakal Tindak Tegas Jika Ada Anak Buahnya “Bermain” Izin di PT Jaswita

Namun, permohonan izin yang dilayangkan oleh Jaswita ke Pemerintah Kabupaten Bogor seakan hanya sebuah formalitas. Sebab, Jaswita tidak mengindahkan apa yang disarankan oleh pemerintah Kabupaten Bogor.

“Waktu itu, kita membimbing si perancang itu di situ, tapi problem nya ini adalah, Jaswita nya ini bandel. Jadi sebelum izin itu mereka sudah ada bangunan di situ tahun 2023 akhir. Saya dapat laporan kemudian kita ke lapangan dan meminta UPT untuk menegur, agar mereka selesaikan dulu izinnya sebelum dibangun,” kata dia.

Saat itu, dari total lahan KSU dengan PTPN VII, pemerintah Kabupaten Bogor hanya memberikan izin seluas 4.000 meter persegi dengan ketentuan-ketentuan atau rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan.

“Izin dikeluarkan, 4.000 meter dari luas tanah yang mereka (Jaswita dan PTPN) kerjasamakan 15.000 lebih. Jadi kita perkenankan bangunan di situ 4.000an meter,” jelas dia.

Tak puas dengan izin yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Bogor, PT Jaswita terus melakukan pelanggaran-pelanggaran hingga tiba-tiba membangun di atas tanah seluas 12.000 meter dengan tanpa mengindahkan rekomendasi-rekomendasi pemerintah Kabupaten Bogor.

“Jadi dalam prosesnya itu pun, mereka terus bandel, jadi dari 4.000 meledak jadi 12.000 meter. Kita surati lagi, sampai disegel Satpol-PP. Dengan harapan Gubernur mendengar karena Jaswita itu BUMD Jawa barat,” jelas dia.

Gubernur Jawa Barat yang saat itu dipimpin oleh Pj Gubernur Bey Machmudin sempat ikut berkomentar dan akan menindak BUMN Provinsi Jawa Barat yang bandel tersebut. Alih-alih mendengar perintah bos nya, PT Jaswita terus menggarap destinasi wisata Hibisc Fantasy itu hingga sampai dengan dilaunching dalam keadaan cacat perizinan.

“Pak Bey Machmudin waktu itu, memang memberikan dukungan, namun tidak melakukan upaya-upaya yang sifatnya implementatif untuk bisa hentikan itu,” jelas dia.

Pemerintah Kabupaten Bogor juga belum berani seperti saat Provinsi Jawa Barat dipimpin Dedi Mulyadi yang langsung melakukan eksekusi pembongkaran Hibisc Fantasy itu.

Di periode Bey Machmudin, sebelum launching Hibisc Fantasy ke publik, PT Jaswita kembali membuat “onar” karena membangun bianglala yang sangat jauh dari aturan-aturan atau rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan.

“Terakhir itu bangunan Bianglala, yang saya minta dibongkar itu karena mengganggu lingkungan baik bumi dan udara. Karena itu lintasan Gantole, mengganggu dan membahayakan. Namun, kita gak mampu membongkar karena peralatan yang kurang memadai dan membongkar itu pun gak boleh sembarangan, karena khawatir jatuh dan menimpa bangunan yang ada izinnya. Sehingga kita mohon membongkar sendiri,” jelas dia.

Hibisc Fantasy maupun PT Jaswita, termasuk PTPN VIII, seperti tidak melihat ada aturan-aturan yang berlaku pada saat membangun hingga dilaunching nya destinasi wisata yang diduga kuat menjadi salah satu penyebab banjir bandang, baru-baru ini.

Padahal, peringatan demi peringatan terus disampaikan dari tingkat Kabupaten hingga Provinsi. Bahkan, tidak sedikit media massa yang memberitakan kekacauan atau penabrakan aturan-aturan yang dilakukan Hibisc Fantasy.

“Sampai terakhir mereka melakukan grand opening, saya saja gatau. Tiba-tiba. Besoknya kami ke sana langsung segel lagi. Ga boleh beroperasi ini, terutama yang ga punya izinnya,” jelas dia.

Teuku Mulya mengaku tidak tahu tangan siapa yang ada di balik PT Jaswita tersebut yang terus-menerus menabrak aturan-aturan itu. Ia berpikiran positif, niat PT Jaswita menabrak aturan-aturan itu demi memberikan deviden ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat

“Saya ga begitu paham, mungkin BUMD ini sifatnya lebih mandiri dalam hal menciptakan kapitalisasi untuk memberikan sumbangsih ke Pemprov Jawa Barat. Sampai lah kemarin, pak Dedi yang responsif ini membongkar Hibisc Fantasy,” papar dia.

PT Jaswita atau orang di balik BUMD Provinsi Jawa Barat itu tidak sendiri, dia sampai membangun mewahnya destinasi wisata itu lantaran ada “restu” dari PTPN VIII yang mestinya sudah termasuk aturan-aturan yang diberikan sebelum jabatan tangan kedua belah pihak melakukan KSU.

Jika Dedi Mulyadi benar-benar berani melakukan pembersihan pada buruknya pengelolaan BUMD PT Jaswita yang sewenang-wenang terhadap alam itu, Dedi bisa mencabut kerjasama atau KSO dengan PTPN VIII.

“Secara aturan, harusnya yang menyalahi saja. Tapi kan gatau kebijakan nanti. Mungkin saja pak Dedi ini membuat kebijakan, udah putus KSO Jaswita dan PTPN. KSO kan sebagai dasar, kalau putus secara otomatis tidak akan berlaku itu izin dan bangunan keseluruhan harus dibongkar habis,” jelas dia.

PTPN yang mestinya membangun usaha sektor perkebunan dan pertanian, kini beralih pada hal lain untuk mencari ekonomi dengan cara sesingkat-singkatnya. Teuku mengaku belum mendalami ada klausul yang membolehkan KSO PTPN untuk merusak lingkungan.

“Itu sudah tertuang si situ, ada klausul-klausul itu. Itu sudah ada di aturannya, seperti mengganti tanaman, tapi mereka menanam di daerah lain. Cuman yang jadi pertanyaannya, kenapa PTPN melakukan KSO bisnis di luar perkebunan, apakah ada aturan main dari BUMN nya, atau dari Kementerian Keuangannya, yang dibolehkan BUMN ini melakukan upaya-upaya atau aksi korporasi yang menguntungkan dengan usaha di luar usaha mereka atau core usaha mereka, apakah dibolehkan?. Saya kira kalau mereka berani berarti diperbolehkan,” kata dia.

 

Simak rasioo.id di Google News

Lihat Komentar