RASIOO.id – Kegiatan jalan sehat kerap diselenggarakan untuk menyemarakan event hari-hari besar. Berbagai iming-iming hadiah seperti ibadah umroh, sepeda motor, dan juga berbagai hadiah menarik lainnya kerap digunakan penyelenggara untuk memikat atau menarik masyarakat berpartisipasi.
Namun, bagi masyarakat muslim, ada aspek hukum dan etika dalam Islam yang perlu diperhatikan. Apakah menunaikan ibadah umroh ke tanah suci dari hasil undian sah atau tidak sah. Bahkan, lebih jauh, apakah hadiah tersebut halal atau haram.
Untuk menyelenggarakan suatu acara atau kegiatan tertentu, terkadang pihak panitia mengadakan kupon hadiah. Kemudian kupon tersebut dijualbelikan kepada pihak peserta.
Misalnya, harga per kupon adalah Rp25.000. Adapun acaranya, terkadang hanya berupa praktik jalan sehat, dan semua peserta pemegang kupon berhak atas kesempatan mendapatkan hadiah melalui pengundian.
Melansir hasil kajian Muhammad Syamsudin yang dipublikasikan di portal nu.online, program-program semacam itu pada dasarnya mengandung unsur perjudian (qimar) disebabkan 4 hal.
Pertama, ada tindakan spekulatif untuk mendapatkan hadiah, kedua, ada harta yang sah kedudukannya dipandang sebagai harta dan diserahkan kepada pihak penyelenggara dengan alasan pembelian voucher hadiah.
Ketiga, harta yang terkumpul dari biaya pembelian voucher atau kupon, dijadikan sebagai hadiah. Kemudian yang keempat, tidak ada kegiatan yang bisa masuk dalam kategori ijarah (jasa), jualah (sayembara), musabaqah (perlombaan), atau munadlalah (adu keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’.
Menurut dia, jalan santai tidak memuat adanya unsur adu cepat, keterampilan, dan ketangkasan. Alhasil, tidak masuk rumpun perlombaan. Apabila di dalam jalan santai terdapat pembagian hadiah yang diperoleh lewat undian kupon berbayar, maka sifat undian ini bisa masuk kategori judi, bilamana hadiah yang diberikan berasal dari uangnya penonton yang diperoleh lewat jual beli kupon atau penyerahan poin.
Akad jual beli kupon itu dipandang sebagai akad yang tidak sah, sebab kupon sendiri adalah barang fiktif (tak berjamin aset). Harta sebenarnya dari kupon itu adalah undian untuk memperoleh hadiah, sehingga merupakan barang spekulatif yang memenuhi unsur judi.
Lalu apa solusinya?
Sebagai langkah solutif untuk mengatasi illat larangan praktik judi ini, maka diperlukan langkah lain untuk menengahinya. Pertama, hadiah yang disajikan, hendaknya bukan dari jual beli kupon, melainkan harus dari pihak lain selaku pemberi sponsor.
Ada salah satu peserta jalan sehat atau poin undian voucer yang tidak dipungut biaya, namun memiliki peluang mendapatkan hadiah.
Dengan adanya pihak yang tidak dipungut biaya pembelian kupon namun berhak mendapatkan hadiah ini, menjadikan uang dari hasil penjualan kupon tidak berlaku sebagai uang serahan untuk judi, melainkan sebagai iuran sukarela (tabarru’) untuk menyelenggarakan suatu even bersama dalam rangka membina hubungan baik antar sesama anggota masyarakat.
Di sini hal itu perlu dipahami.
Simak rasioo.id di GoogleNews