Survei SMRC : Bukan ke Anies-Cak Imin, 80 Persen Pemilih PKB Pilih Ganjar dan Prabowo

 

RASIOO.id – Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar telah dideklarasikan oleh Partai NasDem dan PKB. Lantas pemilih NasDem dan PKB akan memilih pasangan Capres dan Cawapres tersebut?

Survei terbaru SMRC menyebut hanya 20 persen pemilih PKB yang akan memilih pasangan tersebut, sisanya 80 persen cenderung memilih Ganjar Pranowo dan juga Prabowo Subianto. Kedua bacapres tersebut hingga kini belum menentukan siapa figur bacawapresnya.

SMRC kemudian membuat simulasi memasangkan Ganjar Pranowo dengan Ridwan Kamil, sementara Prabowo Subianto dengan Erick Thohir.

“Bagaimana dukungan pada pasangan ini dilihat dari pilihan pada partai politik? Survei ini menunjukkan mayoritas pemilih Nasdem, 54 persen, memilih Anies-Muhaimin, 15 persen memilih Ganjar-Ridwan, dan 31 persen Prabowo-Erick. Pemilih PKS juga dominan memilih Anies-Muhaimin (69 persen), memilih Ganjar-Ridwan 17 persen, Prabowo-Erick 14 persen, dan belum jawab 1 persen. Pemilih Demokrat hanya 22 persen yang memilih Anies-Muhaimin, 33 persen Ganjar-Ridwan, 39 persen Prabowo-Erick, dan 6 persen tidak jawab,” ungkap Saiful Mujani dalam keterangannya.

Baca Juga : Survei SMRC Pasangan Anies-Cak Imin Cuma Dapat Dukungan 16,5 Persen, Prabowo-Erick 31,7 Persen, Ganjar-RK 35,4 Persen

Sementara pemilih PDI Perjuangan 8 persen memilih Anies-Muhaimin, 72 persen Ganjar-Ridwan, 15 persen Prabowo-Erick, dan 5 persen tidak tahu. Gerindra 10 persen memilih Anies-Muhaimin, 19 persen Ganjar-Ridwan, 68 persen Prabowo-Erick, dan tidak jawab 3 persen. Golkar 14 persen ke Anies-Muhaimin, 23 persen Ganjar-Ridwan, 40 persen Prabowo-Erick, dan 23 persen tidak jawab.

Adapun PAN 11 persen memilih Anies-Muhaimin, 23 persen Ganjar-Ridwan, 47 persen Prabowo-Erick, dan 19 persen tidak tahu. PPP 24 persen ke Anies-Muhaimin, 36 persen ke Ganjar-Ridwan, 18 persen Prabowo-Erick, dan 22 persen tidak jawab.

Sementara partai-partai lain 10 persen memilih Anies-Muhaimin, 47 persen Ganjar-Ridwan, 36 persen Prabowo-Erick, dan 7 persen tidak jawab. Sedangkan dari yang belum menentukan pilihan partai, 9 persen memilih Anies-Muhaimin, 14 persen Ganjar-Ridwan, 12 persen Prabowo-Erick, dan tidak jawab 64 persen.

Saiful menjelaskan bahwa pemilih Nasdem cukup konsisten memilih Anies. Saiful menyebut idealnya sekitar 70 sampai 80 persen pemilih Nasdem memilih Anies-Muhaimin, Walaupun belum maksimal ke Anies, tapi setidak-tidaknya deklarasi Anies-Muhaimin tidak merontokkan dukungan partai tersebut.

“Ada pola di mana pemilih Nasdem tetap di belakang Anies,” jelasnya.

Survei ini menunjukkan bahwa baru sekitar 20 persen pemilih PKB yang mendukung Anies-Muhaimin. Menurut Saiful, ini menunjukkan bahwa pemilih PKB mungkin membutuhkan waktu untuk mendukung pasangan tersebut.

“Sebelumnya, kecenderungan pemilih PKB memang memilih Ganjar dan Prabowo, tidak ke Anies. Ini tantangan untuk PKB dan tim Amin untuk menarik dan meyakinkan pemilih PKB sendiri,” kata Saiful.

Saiful melanjutkan bahwa sebenarnya ekspektasinya Muhaimin tidak hanya membawa gerbong PKB, namun juga NU secara lebih luas. Gerbong NU lebih besar dari PKB. Jika NU cukup banyak yang mendukung pasangan ini, harapannya adalah mereka akan mendapatkan suara yang cukup besar.

Mengenai Demokrat, Saiful menyatakan bahwa perpindahan suara Demokrat dari Anies cukup cepat terjadi. Walaupun sebelumnya suara massa Demokrat tidak sangat solid mendukung Anies, tapi setidaknya tidak serendah dari temuan survei ini, sekitar 22 persen.

“Perginya pemilih Demokrat dari Anies cukup cepat, hanya dalam waktu beberapa hari setelah deklarasi Anies-Muhaimin,” jelas Saiful.

Sementara massa pemilih PKS cukup solid tetap mendukung Anies. Walaupun PKS tidak ikut dalam deklarasi Anies-Muhaimin bersama PKB dan Nasdem, namun terlihat para elitnya berkomunikasi dengan kedua partai tersebut dan tidak terlihat gejala PKS akan menarik dukungan dari Anies.

“Sejauh ini pemilih PKS solid terhadap Anies dan tidak terganggu Anies berpasangan dengan Muhaimin,” kata Saiful.

Secara keseluruhan, Saiful menyimpulkan bahwa pasangan Anies-Muhaimin, walaupun muncul secara mengejutkan, belum punya efek yang menaikkan dukungan yang signifikan pada Anies ketika dia berpasangan dengan Muhaimin.

Baca Juga : Jadi AMIN, Pengamat Politik : Duet Anies-Cak Imin Perebutan Jawa Timur, Pertarungan GusDurian

Mewakili Tiga Blok Sosiologis: Islam Tradisionalis, Islam Modernis, dan Nasionalis

Lebih jauh Saiful menjelaskan bahwa deklarasi pasangan Anies-Muhaimin mengejutkan karena keluar dari banyak perkiraan sebelumnya. Banyak yang tidak menghitung bahwa akhirnya Anies akan berpasangan dengan Muhaimin. Dalam sepuluh tahun terakhir, PKB tidak pernah berkoalisi dengan PKS. Sementara PKS sudah mendukung Anies Baswedan. Terlepas dari apakah PKS akan tetap mendukung Anies, yang menarik adalah bagaimana PKB bisa berkoalisi atau bekerjasama dengan PKS.

Di sisi yang lain, lanjut Saiful, memang terlihat keseriusan Muhaimin untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden. Jauh-jauh hari, PKB sudah mendeklarasikan Muhaimin menjadi calon presiden yang mereka usung. Itu adalah harapan yang normal dari seorang ketua partai, terlepas dari apakah itu akan tercapai atau tidak.

Menurut Saiful, nampaknya Muhaimin sebelumnya tidak mencapai kesepahaman dengan Gerindra. Gerindra tidak memberikan keputusan sesuai dengan harapan Muhaimin. Intinya, Muhaimin sebelumnya ingin menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo adalah sesuatu yang serius. Karena itu ketika Prabowo atau Gerindra belum mengambil keputusan, dan ada peluang untuk dia maju sebagai calon wakil presiden, itu kemudian diambil.

“Sebelumnya banyak yang menganggap keinginan Muhaimin menjadi Cawapres Prabowo tidak begitu serius. Itu hanya salah satu langkah politik saja untuk membangun koalisi. Koalisi, mungkin. Tapi untuk menjadi Cawapres agak susah. Dan terbukti keputusan untuk menjadikan Cak Imin (Muhaimin) menjadi Cawapres Prabowo itu terus ditunda. Banyak kalangan yang kemudian menyatakan bahwa Prabowo hanya ingin PKB, bukan Muhaimin. Namun Cak Imin nampaknya memang serius (ingin menjadi Cawapres). Karena itu ketika ada kesempatan dari Nasdem untuk Muhaimin menjadi Bacawapres mendampingi Anies, dia kemudian ambil peluang tersebut,” jelas Saiful.

Karena itu, menurut Saiful, penting untuk melihat bagaimana publik Indonesia bereaksi pada keputusan yang menarik atau out of the box tersebut. Ada sejumlah argumen yang dibangun untuk menyebut pasangan Anies-Muhaimin tersebut. Ada yang menyebut hal ini persatuan antara Islam modernis dan Nahdlatul Ulama (NU) atau Islam tradisionalis. Anies sendiri adalah representasi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi (MPO). HMI MPO memiliki corak Islam politik yang lebih kuat. Saiful menyebut HMI MPO bisa dikatakan sebagai satu faksi dalam HMI yang mewarisi tradisi Islam modernis Masyumi.

Saiful menekankan bahwa kombinasi antara Muhaimin dan Anies ini mempertemukan antara sayap Islam modernis yang diwakili PKS dan Islam tradiosionalis yang diwakili oleh PKB. Namun lebih jauh Saiful melihat adanya Nasdem membuat koalisi ini menjadi lebih lengkap karena bertemunya tiga entitas sosiologis pemilih Indonesia: Islam modernis (PKS), Islam tradisionalis (PKB), dan nasionalis (Nasdem).

“Dilihat dari aspek itu (tradisionalis, modernis, dan nasionalis), koalisi ini lengkap. Ini koalisi yang merepresentasikan tiga blok sosiologis yang berbeda,” pungkasnya.

 

Simak rasioo.id di GoogleNews

Lihat Komentar