CIBINONG – Fraksi PKS, DPRD Kabupaten Bogor meminta Pemerintah Kabupaten Bogor segera menyelesaikan polemik terkait Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD). Revisi Perbup Nomor 59 Tahun 2022 menjadi Perbup Nomor 70 Tahun 2022 Tentang Pengalokasian dan tata cara penyaluran bagian desa dari hasil pajak daerah dan retribusi tahun anggaran 2022, berpotensi menimbulkan masalah bagi beberapa desa.
“Kami minta agar Plt Bupati Bogor harus menyelesaikan kisruh BHPRD. Jangan terkesan menghindar dan berlepas tangan dari masalah ini,” ujar Ketua Fraksi PKS, Fikri Hudi Oktiarwan, saat menyampaikan pandangan fraksi di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Kabupaten Bogor, Kamis (29/9).
Fraksi PKS, lanjut Fikri, meminta agar masalah ini segera dicarikan solusi dan tidak menjadi polemik berkepanjangan. “Ini persoalan penting yang menyangkut pelayanan publik yang harus diselesaikan, tidak cukup hanya meminta maaf,” ketusnya.
Fikri juga meminta agar Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor memperbarui sistem pengelolaan pendapatan dari pajak dan retribusi berbasis digital. “Harus akurat, transparan dan akuntabel,” katanya.
Seperti diketahui, Perbup 70 Tahun 2022 yang mengatur bagian desa dari BPHRD dikeluhkan sejumlah pemerintah desa. Setidaknya ada 29 Kepala Desa yang merasa pemberlakuan perbup tersebut membuat pendapatan desa dari BHPRD berkurang cukup signifikan.
Pemerintah Desa Jonggol misalnya, telah menyusun anggaran dari BHPRD tahun 2022 senilai Rp 1,1 Miliar. Namun dengan berlakunya Perbup 70 Tahun 2022 berdampak turunnya BHPRD jadi Rp 400 Jutaan.
Sementara Pemerintah Kabupaten Bogor berdalih Perbup tersebut, merupakan komitmen Pemkab untuk memberikan BHPRD sesuai hak dan potensi di masing-masing desa.
Kepala Bidang Penagihan, Keberatan dan Pengawasan Pendapatan Daerah pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor, Gandi Putra S. Gandi mengatakan, BHPRD bersumber dari 10 komponen pajak daerah dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG).
“BHPRD dihitung dengan mempertimbangkan hasil penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang terdapat pada masing-masing desa. Artinya, penerimaan BHPRD oleh desa sangat dipengaruhi oleh penerimaan pajak daerah dan retribusi PBG di desa terkait,” ujarnya.
Dengan demikian, penerimaan BPHRD tidak akan selalu sama untuk setiap tahun, bisa bertambah atau berkurang dibanding penerimaan tahun sebelumnya.
Gandi menjelaskan, BHPRD dihitung berdasarkan penerimaan pajak dan retribusi di tahun sebelumnya sebesar 10 persen dari realisasi penerimaan pajak dan retribusi setelah dikurangi biaya insentif 5 persen dalam hal tercapai target.
“Komposisinya, 60 persen dibagi secara merata kepada seluruh desa dan 40 persen dibagi secara proporsional,” imbuhnya.
Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, BHPRD yang dibagikan tahun 2022 adalah yang tertinggi. Bappenda juga telah melakukan evaluasi dengan penghitungan ulang secara keseluruhan yang totalnya mencapai Rp222.435.091.990. Artinya, meningkat sebesar Rp56.280.433.281 dibanding tahun 2021.
“Jadi ditetapkannya Perbup Nomor 70 tahun 2022 adalah agar setiap desa mendapatkan BHPRD sesuai haknya berdasarkan potensi di masing-masing desa, sehingga tidak ada desa yang dirugikan,” tegasnya. (*)