Kembali Memanas, Penggarap Lahan di Cijeruk Geruduk DLH Usai PT BSS Lakukan Cut and Fill 

 

RASIOO.id – Sengketa lahan di Kecamatan Cijeruk kembali memanas setelah PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) diduga melakukan aktivitas cut and fill sebelum izin lingkungan resmi diterbitkan. Merasa dirugikan, para penggarap lahan mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor untuk mendesak agar izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi PT BSS dibatalkan atau ditunda.

Penggarap asal Desa Cijeruk, Untung, menyampaikan bahwa langkah ini diambil karena DLH, Forkopimcam, Pemerintah Desa, dan sejumlah warga telah melakukan sosialisasi mengenai pengajuan izin Amdal PT BSS tanpa melibatkan mereka yang berada di ring satu lokasi proyek.

“Kami sebagai penggarap yang berada di ring satu malah tidak dilibatkan dalam sosialisasi tersebut,” kata Untung, Kamis 1 Agustus 2024.

Untung menjelaskan bahwa sejak PT BSS melakukan aktivitas cut and fill, terjadi kerusakan lingkungan yang signifikan. Sumber air menjadi keruh, banjir bandang kerap terjadi saat hujan, dan sejumlah dampak negatif lainnya dirasakan oleh masyarakat setempat.

“Dampaknya ialah, sumber air untuk masyarakat menjadi keruh, banjir bandang jika hujan, dan dampak buruk lainnya,” ujar Untung.

Saat ini, penggarap lahan sedang bersengketa hukum dengan PT BSS, dengan lima gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Cibinong dan PTUN Bandung.

“Proses hukum sedang berjalan. Nantilah kalau sudah ada vonis inkrah dari Pengadilan atau PTUN, kita tunggu. Jangan sampai pemerintah mengeluarkan produk hukum padahal sedang berperkara hukum,” tambahnya.

Untung juga mengklaim bahwa para penggarap telah menguasai dan mengolah lahan di lereng Gunung Salak selama lebih dari 20 tahun. Namun, tiba-tiba PT BSS datang dengan mengaku memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 6 sejak tahun 1997 dan mulai mengusir penggarap serta merusak lahan pertanian yang ada.

“Kami penggarap sudah 20 tahun menggarap di sana. Tiba-tiba BSS datang mengaku punya SHGB Nomor 6 sejak tahun 1997 dan mengusir penggarap sambil merusak pertanian milik kami. Padahal selama ini tanahnya telantar, tidak diolah oleh BSS,” jelas Untung.

Kuasa hukum penggarap dari Sembilan Bintang, Rudy Mulyana, menyatakan bahwa dalam pertemuan dengan DLH, mereka membahas gugatan yang diajukan dan meminta agar proses Amdal ditunda sementara.

“Sehingga juga jadi pertimbangan oleh DLH untuk di-pending terlebih dahulu prosesnya (Amdal),” jelas Rudy.

DLH Kabupaten Bogor berencana memanggil semua pihak terkait untuk mendiskusikan proses sosialisasi Amdal lebih lanjut.

“DLH bakal memanggil para pihak terutama dari PT BSS karena itu bersinggungan dengan wilayah taman nasional juga,” ujarnya.

Rudy juga mengkonfirmasi bahwa kliennya tidak pernah mendapatkan undangan dari Forum Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) untuk ikut serta dalam persetujuan lingkungan.

“Ya memang faktanya klien kami ini tidak pernah dilibatkan dalam persetujuan lingkungan,” tutup Rudy.

 

 

Simak rasioo.id di Google News

Lihat Komentar