Alasan Ekonomi Bikin Pekerja Seks “Obral Harga”, Satpol PP Kabupaten Bogor Kewalahan Menangani

 

 

RASIOO.id Praktik prostitusi di Kabupaten Bogor semakin sulit ditertibkan oleh Satpol PP. Kondisi ini diperparah dengan penuh sesaknya rumah rehabilitasi yang ada di Sukabumi dan Cirebon, tempat yang biasanya menampung para pekerja seks komersial (PSK) untuk pembinaan. Akibatnya, Satpol PP hanya mampu melakukan penertiban ringan, seperti memeriksa identitas PSK dan menghubungi keluarganya.

Kasatpol PP Kabupaten Bogor, Cecep Imam Nagarsid, mengungkapkan bahwa pihaknya sering kali tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan fasilitas rehabilitasi. Lebih mengejutkan lagi, respons dari keluarga PSK sering kali memperlihatkan ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi kondisi ekonomi.

“Orang tua PSK yang kami tangkap bahkan berkata, ‘Pak, saya tahu anak saya PSK. Bapak mau menghidupi anak saya dan keluarga saya?’ Kami jadi bingung harus bagaimana,” ungkap Cecep pada Jumat, 13 September 2024.

Baca Juga: Suami Sibuk Kerja di Pasar, Eh si Istri Digerebek Warga Lagi Open BO di Parung Bogor

Cecep menambahkan, banyak PSK yang terpaksa melakukan pekerjaan tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak-anak mereka. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena kurangnya dukungan dan program pembinaan yang memadai bagi mereka.

“Mereka sebenarnya butuh makan, biaya sekolah anak, tapi kenyataan normatifnya, mereka tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti pembinaan atau pelatihan keterampilan untuk beralih profesi,” jelasnya.

Selain itu, Cecep juga menyoroti faktor lain yang mempersulit penertiban, yakni murahnya tarif jasa PSK. Harga yang rendah membuat para pria hidung belang tidak berpikir dua kali untuk memanfaatkan jasa mereka.

“Tarif mereka ada yang Rp250 ribu hingga Rp500 ribu. Dalam satu malam, mereka bisa melayani 3 hingga 4 orang. Usianya kebanyakan di kisaran 20-an, bahkan ada yang sudah setengah tua (STW),” tutup Cecep.

 

 

 

Simak rasioo.id di Google News

Lihat Komentar