RASIOO.id – Pernah mendengar kalimat, “Anak zaman sekarang beda banget sama dulu”? Atau komentar, “Gen Z tuh gampang baper, beda sama generasi kita dulu”? Ternyata, obrolan semacam itu bukan sekadar basa-basi. Hampir seabad lalu, seorang sosiolog asal Jerman, Karl Mannheim, sudah membahas fenomena ini lewat esainya yang terkenal: “Das Problem der Generationen” (1928).
Dalam essai tersebut, Mannheim menolak anggapan bahwa generasi hanya ditentukan oleh umur. Menurutnya, “Keterikatan generasi tidak hanya ditentukan oleh fakta bahwa orang dilahirkan dalam periode yang sama, tetapi oleh partisipasi mereka dalam situasi historis yang sama.”
Dengan kata lain, orang yang lahir di tahun yang sama bisa saja berbeda pandangan jika mereka tidak merasakan pengalaman sosial yang serupa. Contoh sederhana: remaja yang tumbuh di era pandemi Covid-19 jelas punya cara pandang berbeda dengan remaja yang hidup di era pra-pandemi.
Baca Juga: Mengenal 6 Kategori Generasi di Indonesia, Kamu Termasuk Generasi Apa?
Tiga Lapisan Generasi
Dalam esainya, Mannheim menjelaskan generasi punya tiga tingkatan penting:
- Lokasi Generasional – posisi seseorang dalam sejarah. Semua orang yang lahir pada periode sama berada di “lokasi” ini. Misalnya, anak-anak kelahiran 1997–2012 masuk Gen Z.
Aktualitas Generasional – kesadaran bersama. “Tidak semua individu dalam lokasi generasional yang sama akan mengalami realitas itu dengan intensitas yang sama; hanya sebagian yang mengaktualisasikan potensi generasional itu,” tulis Mannheim.
Unit Generasional – sub-kelompok di dalam satu generasi. Misalnya, sesama Gen Z ada yang aktif memperjuangkan isu lingkungan, tapi ada juga yang lebih tenggelam di dunia hiburan digital.
Baca Juga: VUCA, Respons Milenial dan Gen Z Banom NU Batuceper
Generasi sebagai Motor Perubahan
Salah satu gagasan paling berpengaruh Mannheim adalah pandangannya tentang pergantian generasi. Ia menulis, “Pertukaran generasi merupakan salah satu faktor dasar dalam dinamika sejarah, karena setiap generasi membawa orientasi baru terhadap dunia sosial.”
Artinya, perbedaan generasi bukan sekadar “gap” yang bikin ribut, tapi justru mesin penggerak sejarah. Setiap kali generasi baru muncul, ada nilai, semangat, dan cara pandang baru yang menantang status quo.
Masih Relevan Hingga Kini
Gagasan Mannheim jelas masih relevan. Generasi Boomers ditempa oleh masa pasca-perang, Gen X tumbuh bersama budaya pop dan televisi, Milenial menghadapi transisi teknologi, sementara Gen Z hidup dengan smartphone, media sosial, dan bahkan pandemi global.
Mereka semua lahir di “lokasi generasional” berbeda, dengan pengalaman historis yang unik. Tak heran jika karakter mereka juga berbeda.
Warisan untuk Zaman Now
Meski ditulis tahun 1928, esai Mannheim terasa sangat “zaman now”. Ia mengingatkan kita bahwa konflik antar-generasi—entah soal gaya hidup, cara kerja, atau selera musik—adalah hal wajar. Justru di situlah masyarakat bergerak maju.
Seperti yang ia tulis hampir seabad lalu: “Generasi adalah kekuatan sosial yang, bersama dengan kelas dan kelompok, membentuk arah perkembangan sejarah.”
Jadi, kalau hari ini ada yang bilang, “Gen Z itu mager” atau “Boomers itu kolot”, mungkin kita tak perlu kaget. Itu hanya bagian dari siklus sejarah yang sudah dipetakan Mannheim sejak lama.
Simak rasioo.id di Google News









Komentar