Janji Sekolah Gratis, Benarkah Semudah Itu?

 

RASIOO.id – Menjelang pilkada, selalu ada calon kepala daerah yang muncul dengan janji-janji yang bikin kita garuk-garuk kepala. Salah satu yang paling sering didengar adalah janji menggratiskan sekolah, nggak cuma sekolah negeri, tapi juga sekolah swasta. Kayaknya sih, niatnya mulia. Tapi, kok rasanya janji ini kayak impian yang terlalu indah, ya?

Mungkin mereka mikir, kalau udah jadi kepala daerah, APBD bisa disulap jadi rekening pribadi. Belanja sesuai selera, beli ini itu kayak lagi main kartu kredit tanpa limit. Padahal, kenyataannya nggak segampang itu, Ferguso!

Belanja daerah itu udah diatur, ada pos-posnya. Besaran anggaran udah jelas ada batas maksimal dan minimalnya. Dan jangan lupa, ada gaji pegawai yang nggak boleh diganggu gugat. Termasuk juga gaji si calon kepala daerah beserta tunjangan dan bayaran buat ajudan-ajudannya yang sering siap sedia buat bukain pintu mobil.

Nah, janji sekolah gratis ini memang terdengar manis, bahkan sangat menari-nari di depan mata para pemilih. Siapa yang nggak mau? Tapi masalahnya, apa mereka udah mikirin gimana sekolah-sekolah bisa bertahan? Uang buat operasional dari mana? Guru-guru gimana? Gaji mereka aja kadang jauh dari kata layak, apalagi kalau sekolahnya tiba-tiba disuruh gratis semua.

Lihat deh, dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang sekarang dikucurkan ke sekolah-sekolah negeri. Bukannya nggak ada, tapi sering kali masih kurang. Alhasil, banyak kegiatan belajar yang jalannya tersendat, semangat belajar pun ketularan lesu. Kalau sekolah gratis tapi nggak ada dana buat operasional, ya sama aja bohong. Pendidikan malah jadi seadanya.

Belum lagi, APBD itu kan nggak cuma buat pendidikan. Ada belanja kesehatan yang sering bikin kepala pusing karena banyak warga kena penyakit stroke dan jantung—mungkin akibat mikirin janji-janji politik yang nggak realistis. Terus, infrastruktur juga perlu perhatian. Jalanan berlubang, jembatan tua yang butuh perawatan, semua itu juga makan biaya.

Yang paling gampang, tentu aja janji-janji manis yang sering bikin calon kepala daerah tampak mulia dan pro-rakyat. Tapi kalau rencana itu nggak dipikirkan matang-matang, ya sama aja kayak bikin masyarakat tertidur dalam mimpi. Begitu bangun, yang ada cuma kekecewaan.

Baca Juga: Pemerintah Alokasikan Rp660,8 Triliun untuk Pendidikan 2024

Masalah terbesar di sini adalah kita nggak melihat visi yang jelas dari calon-calon ini untuk membangun pendidikan. Mereka nggak mikirin bagaimana bikin pendidikan kita relevan sama tantangan zaman sekarang. Lihat aja, banyak lulusan SMA/SMK yang bingung setelah lulus. Punya ijazah, tapi nggak tahu mau ngapain. Yang sarjana pun sama, banyak yang akhirnya menganggur meski sudah punya gelar.

Pendidikan memang harus terjangkau, itu setuju. Tapi kualitas tetap nomor satu. Janji gratis boleh-boleh aja, tapi kalau tanpa perhitungan yang matang, kita cuma disuruh bermimpi di siang bolong. Yang penting itu gimana pendidikan bisa bikin lulusan siap kerja, siap menghadapi dunia nyata, bukan cuma punya ijazah dan poto-poto wisuda buat dipajang di rumah.

Jadi, para calon kepala daerah, tolong deh, sebelum bikin janji, coba hitung-hitungan dulu. Gratis boleh, tapi jangan lupakan kualitas!

 

 

 

 

Simak rasioo.id di Google News

 

Lihat Komentar